KP2KKN JAWA TENGAH

DEMI ANAK CUCU BERANTAS KORUPSI SEKARANG JUGA

KPK Minta Kabinet Mendatang Tidak Diisi Politikus Busuk

SUARA MERDEKA.com – Rabu, 23 Juli 2014

JAKARTA, suaramerdeka.com – komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden terpilih Joko Widodo tidak mengisi kabinet pemerintahan mendatang dengan politikus busuk.

“Hindari pemilihan atau pengangkatan di kabinet Jokowi dan JK itu dari politisi busuk, birokrat bermasalah dan bisnis yang gelap,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam konferensi pers di kantor KPK, Rabu (23/7).

Dia menghimbau, pemerintahan Jokowi dan JK memilih calon menteri yang sudah mempunyai rekam jejak yang teruji dan terpenting mempunyai agenda kebijakan yang pro terhadap rakyat.

“Pertama kompeten dan kapasitas dan track record teruji. Sebelumnya jikada track record yang gelap dan masyarakat tak diberi hak penilaian lebih dulu kemudian ternyata menteri bermasalah itu bisa menimbulkan image kurang baik pada presiden terpilih,” kata Busyro.

Busyro berpendapat, hal itu diperlukan untuk menghadapi situasi pemerintah yang saat ini berada dalam situasi yang sangat kritis.

“Pemerintah baru dalam tahapan yang sangat kritis. Maka kualifikasi dan kriteria untuk pejabat kementerian dan lembaga negara perlu diletakan untuk merespon situasi kritis tadi,” tegas Busyro.

( Mahendra Bungalan / CN39 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Pidana Kejahatan Korporasi

SUARA MERDEKA – Selasa, 22 Juli 2014

  • Oleh Widyopramono

TAK bisa dimungkiri korupsi di Indonesia sudah menjadi persoalan bangsa, bahkan sampai pada titik nadir yang memprihatinkan. Jajak pendapat Kompas yang dilansir pada 2 Desember 2013 menyebutkan hampir semua (94%) responden menyatakan perilaku korupsi, khususnya di tingkat elite, sudah amat parah. Korupsi bukan saja bertransformasi menjadi kejahatan profesional melainkan juga telah melahirkan generasi koruptor. Di sisi lain, upaya pemberantasan masih fokus pada penghukuman pelaku orang per orang. Padahal berdasarkan pengalaman penulis, kerap ada keterkaitan antara pelaku individu dan korporasi sebagai tempat terjadinya kejahatan korupsi.

”Kegamangan” terhadap fenomena itu telah lama diungkapkan Edwin H Sutherland berkait sedikitnya data statistik kriminal.’ Dikatakan, tak lebih dari 2% yang mencatat kejahatan oleh kelas atas, termasuk kejahatan oleh korporasi. Sedikitnya perhatian aparat penegak hukum terhadap kejahatan korporasi tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan. Padahal kerugian masyarakat akibat kejahatan korporasi dalam bentuk price fixing, pencemaran udara, tanah, dan air, serta kejahatan perpajakan dan penyuapan diperkirakan 200 miliar dolar AS setahun. Sementara cost of crime dari tindak pidana konvensional ”hanya” 10 miliar dolar AS setahun atau 1/20 dari kejahatan korporasi. Belum lagi soal terkurasnya sumber daya alam, sumber daya sosial, dan modal kelembagaan mengingat kejahatan korporasi telah menggerogoti fungsi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pejabat publik.

Penulis mengapresiasi kegiatan 4th Indonesia Anti Corruption Forum, yang digagas United Nations Office on Drugs and Crime (UN ODC). Pasalnya kegiatan itu antara lain bertujuan menggalang dukungan publik dalam upaya bersama masyarakat mencegah korupsi. Berkait praktik penegakan hukum terhadap korporasi, sejak 2010 hingga 2013 aparat penegak hukum (kejaksaan, KPK dan Polri) telah menangani 7.651 perkara tindak pidana korupsi (TPK). Khusus kejaksaan se- Indonesia, dalam 5 tahun terakhir (2009- 2013) telah menyidik 8.628 perkara dan mengajukan penuntutan 8.022 perkara. Namun intensitas dan tindakan masif penegak hukum dalam pemberantasan korupsi tidak diimbangi praktik penanganan perkara terhadap korporasi. Padahal kejahatan korporasi berisiko menimbulkan dampak luar biasa. Terlebih bila berkolaborasi dan berkolusi dengan kekuasaan pemerintahan negara. ”Sinergitas” itu bahkan memunculkan jenis kejahatan baru dalam bentuk state capture, yang merusak sendi sendi pemerintahan negara demokratis. Salah satu penyebab sedikitnya praktik penegakan hukum terhadap korporasi dikarenakan persoalan legislasi, khususnya terkait penempatan korporasi sebagai subjek hukum berikut pertanggungjawaban pidananya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini subjek hukum masih tertuju pada manusia alamiah (naturlijke persoon). Menunjuk Korporasi Hal itu tercermin dari penggunaan unsur ”barang siapa” dalam berbagai rumusan delik dalam KUHP, jadi tertuju pada subjek hukum manusia alamiah atau orang perseorangan.

Rumusan Pasal 59 KUHP misalnya, tidak mengenal subjek hukum korporasi. Akibatnya, ketika terjadi kejahatan yang berkait badan hukum atau korporasi maka ”hanya” orang perorangan dari korporasi itulah yang dimintai pertanggungjawaban pidananya. Tak diakuinya korporasi sebagai subjek hukum dalam KUHP, merupakan pengaruh dari doktrin societas delinquere non potest. Doktrin itu menganggap korporasi tidak mungkin melakukan kesalahan semisal dalam kejahatan pemerkosaan, pencabulan ataupun jenis kejahatan konvensional lain. Paradigma yang hanya menjadikan orang perseorangan sebagai subjek hukum pidana terasa mengusik rasa keadilan. Karena itu, secara yuridis harus dikonstruksikan dengan menunjuk korporasi sebagai subjek hukum. Upaya itu untuk memudahkan menentukan pihak yang bertanggung jawab terhadap perbuatan dari mereka, yang terhimpun dalam suatu badan hukum.

Upaya mengeliminasi pengaruh doktrin societas delinquere non potest telah dilakukan lewat berbagai perundang-undangan di luar KUHP. Perundang-undangan di bidang administrasi atau perundang-undangan teknis lainnya telah mengatur tentang subjek hukum korporasi berikut pertanggungjawaban pidananya. Menurut pengamatan Muladi dan Diah Sulistyani, setidak-tidaknya ada 62 perundang- undangan di Indonesia yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi. Begitu pula penelitian Hasbullah F Sjawie sejak Maret 1996 hingga Desember 2009 menyebutkan ada 71 perundang-undangan di bidang administrasi yang mengakomodasi korporasi. Hanya saja sebagian masih terbatas pada pencantuman istilah dan pengertian korporasi. Praktik penyidikan, penuntutan dan pembubaran korporasi merupakan tindakan aparat kejaksaan dalam meminta ”pertanggungjawaban” korporasi. Publik bisa mencatat poin penting, yakni penyidikan, penuntutan, dan pembubaran korporasi telah diakui dalam berbagai teori hukum sebagai doktrin, ataupun dalam perundang- undangan sebagai hukum positif. Selain itu, upaya tersebut telah diakui dalam praktik peradilan sebagai suatu yurisprudensi. Ke depan perlu menyamakan persepsi antaraparat penegak hukum terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi. Komitmen dan kesungguhan antar penegak hukum merupakan modal utama untuk mewujudkan tegaknya hukum dan keadilan. (10)

— Dr Widyopramono, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | ARTIKEL | Tinggalkan komentar

Revolusi Mental Kejaksaan

SUARA MERDEKA – Rabu, 23 Juli 2014

  • Oleh Yudi Kristiana

BAGI korps kejaksaan yang hari ini memperingati Hari Bhakti Adyaksa (HBA) ke-54, revolusi mental tak dapat dihindari. Bahkan dekonstruksi seluruh behaviour birokrat kejaksaan, termasuk kultur birokrasi dan struktur birokrasi menjadi sebuah keniscayaan.

Sejarah mencatat sejak Soeharto berkuasa lebih dari 6 periode, dilanjutkan Habibie, Gus Dur, Megawati, bahkan hingga SBY yang dua periode berkuasa pun, kejaksaan tak lebih ditempatkan hanya sebagai bagian ìornamen kekuasaan”.

Tugasnya mendukung pemegang kekuasaan politik dari pemerintah pusat hingga daerah. Struktur konvensional kejaksaan dengan karakter birokratis dan sentralistik, menjadi media paling efektif sekaligus paling aman bersembunyinya intervensi kekuasaan dalam bentuk kebijakan hukum.

Terlebih dengan pertanggungjawabannya yang hierarkhis dan pemberlakuan sistem komando. Jadi, ketika kejaksaan mencoba mengontrol kekuasaan dengan menjerat penyalahgunaan kekuasaan (korupsi), baik di pemerintahan pusat maupun daerah, realitas itulah yang menyebabkan kejaksaan loyo, bahkan cenderung prostatus quo.

Sejarah juga mencatat, sejak Orba hingga kini, belum ada presiden yang secara tulus membangun kejaksaan menjadi lebih baik. Pasalnya, persoalan krusial yang jadi sumber patologi birokrasi tak pernah diobati tuntas. Memori kolektif kita masih segar mengingat penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa Jaksa Agung Hendarman Supandji. Fakta itu seharusnya bisa menjadi momentum mereformasi birokrasi kejaksaan.

Namun rupanya reformasi hanya di atas kertas mengingat semua belum berubah sampai saat ini. Sumber-sumber penyimpangan dalam penanganan perkara, yang jadi akar persoalan, tetap dibiarkan. Padahal faktor itulah yang menyebabkan kinerja kejaksaan tidak optimal.

Demikian juga pembinaan karier, dari perekrutan, mutasi, kenaikan pangkat, promosi, hingga penentuan jabatan strategis. Semuanya masih jauh dari nilai-nilai keluruhan birokrasi modern yang menjunjung tinggi objektivitas. Yang terjadi justru personalisasi birokrasi, dengan mengedepankan ’’orangnya siapa’’ dan ’’gerbongnya siapa’’.

Persoalan sama juga terjadi berkait penganggaran, bahkan terlihat pemerintah tidak pernah menempatkan kejaksaan sebagai institusi penting dalam mengawal negara. Rendahnya political will pemerintah untuk memperbaiki kejaksaan juga tercermin dari penunjukan jaksa agung. Sampai saat ini (kecuali Baharudin Lopa), rasa-rasanya belum ada seorang yang ditunjuk menjadi jaksa agung benar-benar memiliki kualitas sebagai Jaksa agung.

Meskipun sebagian besar pemangku jabatan strategis di kejaksaan, baik langsung maupun tidak langsung, ìkurang senang” dengan kehadiran KPK, penulis yakin sebagian besar rakyat Indonesia menghendaki kejaksaan bisa seperti KPK. Dapatkah mengubah kejaksaan menjadi lembaga tangguh seperti KPK saat ini? Jawabnya bisa.

Bukankah sebagian awak KPK adalah jaksa yang juga masih menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan? Mengapa ketika di kejaksaan mereka tidak memperlihatkan ”kemoncerannya”, sementara di KPK bisa bertindak hebat atau setidak-tidaknya berkontribusi besar untuk menjadikan komisi antikorupsi itu hebat?

Lebih Hebat

Permasalahan mendasarnya karena di KPK tidak lagi dijumpai sumber patologi birokrasi atau bisa diminimalisasi. Jaksa yang bertugas di komisi antikorupsi tersebut tidak dihantui karakter birokrasi kejaksaan yang konvensional, yang menjadi media bersembunyinya intervensi dan penyalahgunaan kekuasaan. Di KPK, persoalan anggaran operasional dan kesejahteraan lebih terjaga dan teratasi dibanding di kejaksaan.

Penulis yakin, kejaksaan bisa lebih hebat dari KPK, karena struktur birokrasi kejaksaan ada di seluruh Indonesia, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga di sebagian kecamatan. Andai manajemen birokrasi kejaksaan dibuat menyerupai KPK, bila penentu kebijakan diisi oleh orang-orang sekaliber orang KPK dengan tidak mendasarkan pada pendekatan konvensional seperti pangkat dan senioritas, jika pemerintah baru memiliki political will kuat memperbaiki kejaksaan, itu berarti sama dengan membangun KPK di seluruh pelosok Nusantara.

Rakyat menunggu jaksa agung yang bakal dipilih oleh presiden baru, untuk menjadi penentu arah kejaksaan dan negara ini ke depan. Pasalnya hanya jaksa agunglah yang punyai otoritas mengubah kejaksaan menjadi lebih bertaji. Kita tunggu apakah figur yang ditunjuk sebagai jaksa agung baru hanya tetap menjadi ornamen kekuasaan politik seperti sebelumnya atau benar-benar mampu menjadi agen revolusi mental.

Hal itu mengingat sejatinya banyak insan muda Adhyaksa yang berintegritas tinggi, cerdas, visioner, patut jadi teladan, dan memiliki keberanian ’’berseberangan’’ dengan kekuasaan, untuk diangkat menjadi jaksa agung. Realitasnya, hingga hari ini sosok semacam itu belum, bahkan tidak mendapatkan tempat di struktur kekuasaan yang sedang berdaulat. (10)

— Dr Yudi Kristiana SH MHum, jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi, dosen Program Pascasarjana UNS dan UKSW. Tulisan ini pendapat pribadi

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | ARTIKEL | Tinggalkan komentar

Perkara Bupati Sragen Digelar Usai Lebaran

SUARA MERDEKA – Rabu, 23 Juli

SEMARANG – Gelar perkara kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman dilaksanakan usai Lebaran.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng Ali Mukartono mengungkapkan, tiga hari sebelumnya telah diterima berkas pra penuntutan kedua dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng kepada jaksa penuntut umum pada Kejati Jateng. Pada berkas yang pertama sudah diberikan petunjuk penuntut umum untuk dilengkapi.

’’ Saya sudah konfirmasi ke Asisten Pidana Umum (Aspidum) dan gelar perkara kasus dengan tersangka Bupati Sragen akan digelar usai Lebaran,’’ papar Ali Mukartono di kantornya, Selasa (22/7).

Menurut Ali, pelimpahan dari penyidik ini masih sebatas pemenuhan petunjuk jasa. Hasilnya belum diketahui, apakah sudah sesuai atau belum. ’’ Oleh Aspidum dijawab masih dipelajari baru nanti selanjutnya gelar perkara,’’ tuturnya. Aspidum, Wisnaldi Jamal sendiri ketika dikonfirmasi tentang kasus ini enggan menjelaskan dan menolak berkomentar lebih jauh.

Izin Presiden

Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember tahun lalu atas dugaan penipuan dan penggelapan sebesar Rp 800 juta. Hingga kini, tersangka belum ditahan karena membutuhkan izin dari presiden. Ia dijerat Pasal 375 KUHP tentang penipuan.

Kasus ini bermula setelah Agus Bambang Haryanto, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo melaporkan bupati karena kecewa tidak jadi diangkat menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sragen. Padahal sebelumnya, Agus Fatchur Rahman telah menjanjikan kepada Agus Bambang Haryanto untuk menjadi Sekda Sragen bila nanti dirinya terpilih menjadi Bupati Sragen periode 2011-2016.

Dengan jaminan itulah, Bambang Haryanto mengucurkan bantuan keuangan sebesar Rp 800 juta untuk keperluan pemilihan kepala daerah (pilkada). Semula Agus meminta dicarikan dana pencalonan sebesar Rp 1 miliar. Lalu ada uang sebesar Rp 800 juta yang didapat dari hasil penjualan tanah dan rumah di Semarang yang ditransfer kepada Agus Fatchur Rahman dalam empat tahap.

Sejak terpilih dan menjabat sebagai bupati pada Mei 2011 hingga Februari 2013, rupanya nama Bambang Haryanto tidak juga menduduki posisi itu. Bahkan saat ditagih janji tersebut, Bupati Sragen malah mengembalikan uang Rp 750 juta. Bambang pun merasa ditipu hingga akhirnya melapor ke polisi. (J14,J17-80)

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | SRAGEN | Tinggalkan komentar

Anak Buah Mendagri Diperiksa

SUARA MERDEKA – Rabu, 23 Juli 2014

  • Kasus Korupsi E-KTP

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Elvuis Dailami dalam penyidikan terkait kasus dugaan korupsi Pengadaan Paket Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional tahun anggaran 2011-2012.

’’ Mereka diperiksa sebagai saksi,’’ ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (22/7). Sebelumnya, dalam kasus ini KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka.

Anak buah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ini diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 susbsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Anggaran yang digunakan dalam proyek ini dari pagu anggaran 2011-2012 dengan nilai Rp 6 triliun.

KPK juga telah meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melarang Sugiharto bepergian ke luar negeri. Selain Sugiharto, KPK juga mencegah Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Irman, mantan Direktur Perum Percetakan Negara (PNRI) Edhi Wijaya, Direktur Quadra Solution Anang Sugiana, dan Andi Agustinus seorang wiraswasta.(J13-80)

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Arista Dinilai Tidak Kooperatif

SUARA MERDEKA – Rabu, 23 Juli 2014

  • Masuk Ranah Pencucian Uang

SEMARANG – Penyidik Polrestabes Semarang terus menyelidiki kasus penipuan pengadaan seragam batik SD-SMA dengan tersangka Arista Kurniasari (36),  guru PNS di SD Ngemplak Simongan Semarang.

Sejauh ini penyelidikan berjalan lancar. Akan tetapi dalam proses penyidikan, polisi menyayangkan sikap Arista. Sebab, wanita yang masih mendekam di sel tahanan kantor polisi tersebut nilai tidak kooperatif.

Beberapa pertanyaan yang dilontarkan tidak dijawab dan dijelaskan secara rinci. ”Terlalu berbelit-belit dalam memberikan keterangan,” ungkap Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Wika Hardianto, Selasa (22/7).

Seperti saat pihaknya mena­nyakan uang hasil pinipuan dikemanakan dan digunakan untuk apa, dia dan suaminya Yonanes Onang Pitoko (48), yang juga mendekam di sel tahanan kantor polisi tersebut, tidak memberi keterangan. ”Hingga saat ini dia (Arista-red) sama sekali belum mau memberi keterangan terkait itu,” ujarnya.

Tutup Mulut

Sikap tutup mulut Arista, menurut dia, tentu saja membuat pe­nyidik kesulitan melangkah lebih lanjut dalam membongkar kasus tersebut. ”Tapi kami tetap akan be­kerja keras dan kasus ini juga tetap berjalan. Ini berkas perkara masih kami lengkapi dan terus  dikebut agar secepatnya selesai,” katanya.

Dari hasil pemeriksaan sementara, selain tindak penggelapan dan penipuan, yang dilakukan Arista juga masuk ke ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab, uang hasil tindak pidana asal, digunakan untuk tindak pidana lain.

”Ini masih ke ranah TPPU. Ter­kait lain-lain masih dalam tahap penelusuran termasuk aset tersangka,” ungkapnya. (K44, H74-39)

Sumber : Suara Merdeka

23 Juli 2014 Posted by | SEMARANG | Tinggalkan komentar

Ini Reaksi Kepala Balai KIR yang Disemprot Ahok

detikNews – Rabu, 23 Juli 2014

 

Jakarta – Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak dapat menyembunyikan ekspresinya yang geramnya saat melihat banyak kejanggalan di Balai uji KIR, Kedaung Angke, Jakarta Barat. Ahok melakukan inspeksi mendadak, Ahok yang ditemani dua wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto dan Zulkarnain.

Awal sidak pada Rabu (23/7/2014), Bambang membisiki Ahok bahwa 90% alat di lokasi itu tak berfungsi. Ahok pun langsung meminta dilakukan ujicoba dan meminta Syafei, Penanggungjawab Satuan Pelayanan PKB Kedaung Angke, menyalakan alatnya.

“Ini kapasitasnya terbatas, jadi kalau terlalu banyak kendaraan sering error,” kata Syafei yang terlihat gugup. Dia tampak pucat pasi. Ahok menggeleng-geleng dan meminta agar kendaraan lainnya juga dites.

“Ini pasti enggak lolos juga tapi diloloskan (uji KIRnya). Bagaimana mungkin peralatan sudah rusak-rusak tapi lolos, ini nipu-nipu namanya,” kata dia.

Syafei bilang peralatannya banyak yang rusak karena sudah lama. “Ini kurang memadai karena masih memakai yang lama,” kata dia.

“Kalau kurang memadai ya anda stop dong, kenapa masih buka kantor,” semprot Ahok.

Ketika memeriksa kondisi ruangan, kegeraman Ahok makin menjadi-jadi ketika mendapati Agung Sumardiko. Dia mengaku pegawai ‘biro jasa’ alias calo yang bisa mendapat Rp 27 juta rupiah dalam sehari. Di saku jaketnya pun tampak segepok uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu yang sudah ‘dipungut’ hari itu

Sebagai informasi, dari pengamatan KPK yang sudah mengintai tempat itu selama empat minggu, tiap kendaraan yang akan uji KIR dikutip Rp 100 ribu-Rp 400 ribu, padahal biaya uji KIR sebenarnya tak lebih dari RP 87 ribu.

Syafei pun disemprot Ahok atas semua permainan di balai KIR itu. Dia meradang karena selama ini meningkatkan TKD para PNS dengan harapan tak ada lagi yang mau curi-curi korupsi.

“Kalian ini PNS semua kan pak? Dapat tunjangan gede-gede kan?,” kata Ahok kepada Syafei dan beberapa pegawai lain.

“KPK sudah punya semua datanya tentang duitnya yang dikutip berapa, yang dicolong berapa, kendaraan berapa sehari dan yang diluluskan berapa. Sekarang bapak-bapak dan ibu-ibu di sini mau jujur atau enggak kepada inspektorat dan pak Sekda,” kata Ahok.

Ahok bahkan mengancam akan memecat dia berserta seluruh pegawai yang ada bekerja di sana. Dia mengultimatum Syafei agar memberikan data yang sebenarnya tentang cara kerja KIR selama ini.

Saat hendak pulang, Syafei menunggu di pintu keluar dengan wajah yang pias. “Makasih ya pak, ini dilakukan bukan untuk macam-macam, mudah-mudahan ada perbaikan,” kata Bambang. “Iya, Siap,” kata dia sambil bersalaman.

Syafei hanya mengangguk pasrah karena sudah berulang-ulang disemprot Ahok dengan kata-kata ‘pecat’. Lalu saat Ahok akan lewat dia menghormat. “Saya minta data yang jujur ya, kalau enggak gua sikat habis lu,” kata Ahok sambil menjabat tangan dia.

(ros/ndr)

Sumber : detik News

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

KPK: Uang Pungli di Balai Uji KIR Dahsyat Bos!

detikNews – Rabu, 23 Jult 2014

Jakarta – Dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto dan Zulkarnain turun langsung dalam sidak di balai uji KIR di Jakarta Barat. Mereka menunjukkan dan membisiki kepada Wagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang pelayanan di KIR yang tak beres dan banyak penyelewengan.

“Tadinya waktu kami datang alatnya masih mati semua, itu baru dinyalakan lagi,” bisik Bambang kepada Ahok di lokasi, Rabu (23/7/2014). Dia juga menyebut saat pemeriksaan awal, 80%-90% alat pemeriksaan seperti tes emisi, uji rem dan tes lampu tidak menyala.

Kehadiran Bambang di lokasi itu tak semencolok Ahok yang masih mengenakan setelan kemeja putih yang lengannya digulung. Penampilan Bambang jauh lebih santai dan tak seperti sehari-hari saat dia ke kantornya di KPK.

Bambang memakai baju preman berupa kemeja lengan pendek, celana coklat dan sepatu sport serta tas selempang. Sementara Zulkarnain memilih pakai jaket hitam.

Ditanya kenapa sampai ‘turun gunung’ untuk sidak, Bambang mengakui alasannya karena memang potensi korupsi di KIR tak bisa disepelekan.

“Ini kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Terus kalau lihat putaran uang jangan lihat besar kecilnya, selama ini kan orang menganggap pity corupption yang kecil-kecilnya itu gak berarti. Kalau dikapitalisasi, uang pungutan illegal di KIR itu dashyat bos,” kata dia.

Bambang menyebut perputaran yang di KIR bisa sampai ratusan juta sehari. “Paling menarik, kami mengecek antara uang yang ada dan uang yang seharusnya dimasukkan, ada selisih yang sangat besar. Rata-rata pungutannya Rp 100 ribu-Rp 400 ribu per kendaraan, padahal harganya Cuma Rp 87 ribu,” kata dia

Dengan mengalikan jumlah kendaraan yang dilayani rata-rata 500 unit sehari, menurut Bambang ada dana illegal sekitat Rp 2,5 miliar dari balai uji KIR.

Parahnya lagi, uang itu didapat tanpa melakukan proses uji KIR yang semestinya. Kendaraan yang tak layak lolos diloloskan begitu saja jika uang pelicin sudah masuk kantong para petugas.

“Alatnya 90% sudah rusak. Tapi dari yang daftar hari ini 500 kendaraan tapi hampir semua diluluskan, hanya 4 yang tidak lulus,” paparnya.

perputaran uang di KIR sangat besar namun tak semua dimasukkan ke kas daerah. Rata-rata ada pungutan Rp 100 ribu–Rp 400 ribu per kendaraan, sementara biaya uji KIR tak lebih dari Rp 87 ribu.

“Hari ini saja ada 500 kendaraan yang daftar, kemarin 700 kendaraan. Kalau dirata-ratakan, pakai angka konservatif, satu hari putaran uangnya hampir Rp 100 juta. Jadi bisa dibayangkan 100 juta kali 25 hari, sebulan misalnya bisa Rp 2,5 miliar. Itu illegal fee,” ujarnya.

(ros/ndr)

Sumber : detik News

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Ini 4 Temuan Dahsyat KPK di Balai Uji KIR di Jakarta Barat

detikNews – Rabu, 23/07/2014

Jakarta – KPK melakukan sidak di kantor balai uji KIR di Kedaung di Jakarta Barat. Cukup mengejutkan ada sejumlah temuan dahsyat di kantor itu. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkannya.

“Kami sudah melakukan pengamatan dan hari ini undang pemerintah daerah. Sebelum Pak Ahok datang kami bersama-sama dengan inspektorat dan Sekda melakukan inspeksi,” jelas Bambang di balai uji KIR di Jakarta Barat, Rabu (22/7/2014).

Bambang mengungkap 4 kesimpulan berikut:

1. 80%-90% Alat di balai uji KIR tidak berfungsi.

2. Bukan hanya tidak berfungsi tapi tidak ada hubungan antara proses pemeriksaan dengan hasil KIR itu. Tidak ada hubungan karena tidak ada sistem yang mengkoneksikan. Tidak ada alat untuk mengkonfirmasi dan formulirnya tidak sesuai dengan pemeriksaan di lapangan.

3. Ada problem strukturalnya. Dulu ini adalah kerjasama antara pemda dengan korporasi tertentu. Setelah kerjasama harusnya ditransfer kepada Pemda ternyata setelah ditransfer alat-alatnya rusak semua. Oleh pemda baru saja diputuskan untuk tidak dilanjutkan prosesnya. Itu sebabnya alat-alat itu tidak diperbaiki dan kalau diperbaiki juga salah karena belum diserahkan kepada Pemda.

“Berkaitan dengan itu muncul lagi SDM-nya. Ternyata beberapa orang yang mempunyai pekerjaan fungsional tidak berasal dari lembaga ini. Tapi justru orang-orang swasta yang dulu,” tegas Bambang.

4. KPK temukan ada sistem filing yang sangat manual sehingga tidak bisa dilakukan dengan cepat. Menariknya, kalau sistem KIR yang serius dilakukan butuh waktu 25-30 menit. Tapi dngan sistem file manual itu yamg seharusnya sangat lamban hanya 5 menit selesai.

“Paling menarik adalah putaran uang yang terjadi di sini, kami mengecek antara uang yang ada dan uang yang seharusnya dimasukkan, ada selisih yang sangat besar. Rata-rata terdapat putaran pungutan antara Rp 100 ribu-Rp 200 ribu per kendaraan. Hari ini saja sudah ada 500 kendaraan yang terdaftar. Kemarin ada 700-an. Kalau pakai angka konservatif 500 kendaaraan per hari maka satu hari putaran uangnya hampir Rp 100 juta. Jadi bisa dibayangkan Rp 100 juta kali 25 hari, sebulan misalnya bisa Rp 2,5 M. Itu illegal fee,” tutup Bambang.

(ros/ndr)

Sumber : detik News

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

KPK Menggodok Penyelidikan Proyek Abadi Jalur Pantura: Kita Akan Sodok

detikNews – Rabu, 23/07/2014
 

Jakarta – Sudah bukan rahasia umum kalau setiap tahun jalur Pantura mengalami perbaikan. Anggaran besar rutin dikeluarkan. Alasan mobil bertonase besar yang melintas dan membuat jalan berlubang menjadi alasan. Tapi KPK tak percaya begitu saja, penyelidikan terus dilakukan.

“Ada timnya itu, nanti saya cek ya,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Rabu (23/7/2014).

KPK menjamin tak hanya sidak-sidak saja di Pantura, tapi akan diperoleh hasil konkrit. “Bukan hanya disidak, tapi kita sodok,” terang Bambang.

Setiap tahun jalur pantura kerap diperbaiki. Tapi anehnya, kalau karena truk bertonase besar aspal di jalan tol cikampek atau landasan bandara yang dilindas pesawat tak bocor. Karena itu KPK akan segera turun tangan.

(ros/ndr)

Sumber detik News

23 Juli 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar