KP2KKN JAWA TENGAH

DEMI ANAK CUCU BERANTAS KORUPSI SEKARANG JUGA

Uang Pengabdian Dewan Ditahan

SUARA MERDEKA – Kamis, 14 Agustus 2014

  • Tunggu Aset Dikembalikan

SOLO – Uang jasa pengabdian bagi anggota DPRD Surakarta periode 2009-2014 yang hari ini purnatugas akan ditahan, jika mereka tidak mengembalikan aset pinjaman yang menjadi fasilitas mereka sebagai wakil rakyat.

Uang jasa pengabdian bagi 40 le­gislator periode lama, menurut rencana akan diterimakan pekan depan. Besarnya enam kali dari uang representasi yang diterima setiap bulan.

Berdasarkan dokumen APBD 2014 dan Perwali 30/2013 tentang Pen­jabaran APBD 2014, total dana yang disiapkan untuk uang jasa pengabdian 40 anggota DPRD lama, adalah Rp 397.425.000.

Pengurus Barang pada Bagian Umum Sekretariat DPRD, Joko Purwanto menjelaskan, pihaknya sudah mengirim surat pemberitahuan kepada pemegang fasilitas, untuk mengembalikan ke Sekre­tariat DPRD bersamaan habisnya masa tugas mereka.

Pemberitahuan lisan juga sudah disampaikan kepada yang ber­sangkutan. “Jika sampai pencairan uang jasa pengabdian belum kembali, ya uang tersebut akan ditahan, tidak akan diterimakan dulu,” kata­nya, Rabu (13/8).

Mobil Dinas

Aset yang menjadi fasilitas bagi 40 anggota DPRD adalah komputer jinjing (laptop). Lalu bagi tiga pimpinan DPRD, ada fasilitas rumah dinas.

Sementara bagi unsur pimpinan DPRD dan pimpinan alat keleng­kapan, ada fasilitas mobil dinas.

“Sampai hari ini (kemarin-Red), baru satu mobil dinas yang dikembalikan. Yaitu Toyota LGX yang di­bawa Ketua Fraksi PKS Quatly Ab­dulkadir Alkatiri. Lainnya be­lum. Mungkin besok (hari ini-Red), karena masa tugas mereka kan berakhir 14 Agustus,” kata­nya.

Mobil dinas yang menjadi fasilitas unsur pimpinan berupa Toyota Camry untuk Ketua DPRD YF Su­kasno, dan Toyota Altis untuk Wakil Ketua DPRD Supriyanto, dan Mu­hammad Rodhi.

Lalu Toyota LGX untuk Wakil Ketua Ba­dan Legislasi Asih Sunjoto Pu­tro dan Ketua Badan Kehor­matan Pau­lus Haryoto, serta To­yota Avanza untuk Ketua Fraksi Nurani Indo­nesia Raya Abdullah AA, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Herlan Purwanto.

Toyota LGX juga menjadi ken­daraan dinas bagi Ketua Fraksi PKS Quatly Abdulkadir Alkatiri, Ketua Fraksi Golkar Sejahtera Djas­wadi, Ketua Fraksi PDIP Te­guh Prakosa, dan Wakil Ketua Fraksi PAN Hami Mujadid Irsyad.

“Untuk fasilitas laptop, saat ini sudah ada 14 unit yang dikembali­kan,” imbuh Joko.

Kabag Umum Sekretariat DPRD, Eko Prajudi Nur Ali me­nam­bahkan, seluruh fasilitas bagi legislator periode 2009-2014 dita­rik kembali, bersamaan de­ngan berakhirnya ma­sa tugas me­reka. (H44-76,88)

Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/08/14/270268

20 Agustus 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Walikota Larang Pejabat Terima Parcel

PATI EKSPRES – Jum’at, 18 Juli 2014

  • Termasuk Katagori Gratifikasi

SOLO – Pejabat di lingkungan Pemkot Solo mulai dari kepala dinas, badan dan lembaga dilarang menerima parcel (bingkisan) dalam bentuk apapun menjelang Lebaran 2014. Hal itu ditegaskan Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo di Balaikota, Kamis (17/7) kemarin. “Kami menegaskan agar semua pejabat di lingkungan Pemkot untuk tidak menerima parcel dalam bentuk apapun. Karena masuk dalam katagori gratifikasi dan tidak dibenarkan,” tegas pria yang akrab disapa Rudy kepada wartawan.

Menurut dia, orang yang berhak menerima parcel adalah masyarakat kurang mampu atau fakir dan miskin. Apabila ada pejabat yang menerima parcel akan dilakukan pembinaan dan bisa dikenai sanksi. Hal itu bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para pejabat yang menerima percel. Ia menambahkan, pemberian parcel kepada pejabat atau koleganya akan membuat penilaian pejabat menjadi subyektif.

“Orang itu kalau diberikan sesuatu  secara terus menerus pasti akan merasa tidak enak. Jadi alangkah baiknya parcel itu diberikan kepada masyarakat bawah. Bukan malahan diberikan kepada sesama pejabat pemerintah.” Rudy menjelaskan, larangan pejabat menerima parcel sesuai dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi Nomor  20 Tahun 2001, yang mengatur para pejabat publik untuk tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun.

Pemberian parcel masuk dalam katagori gratifikasi dan tidak boleh dibenarkan dalam alasan apapun. Kendati demikian, Rudy memperbolehkan jika ada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memberikan parcel kepada staf atau bawahannya. Namun pemberian itu harus dilakukan dengan menggunakan uang pribadi. “Untuk itu, kami tegaskan kembali agar pejabat di lingkungan Pemkot untuk memperhatikan aturan itu.”

Sementara itu, Kepala Inspektorat Solo, Untoro mengaku akan melakukan pengawasan kepada para pejabat terkait pemberian parcel Lebaran. Apabila ada pejabat yang melanggar larangan itu maka akan dilakukan pembinaan. “Akan kita lakukan pengawasan kepada para pejabat. Jika ada pejabat yang menerima kami minta diserahkan ke Inspektorat untuk ditindaklanjuti.” Selanjutnya, jelas Untoro parcel yang diserahkan ke Inspektorat akan diberikan kepada masyarakat bawah. (bib)

Sumber : http://www.patiekspres.co/2014/07/walikota-larang-pejabat-terima-parcel/

18 Juli 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

KPK Ditantang Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Solo

JPNN.COM – Sabtu, 28 Juni 2014

JAKARTA – Wahyu Nugroho (49), warga Solo dan Tim Advokasi Anti Kebohongan Surakarta (Tangkis) mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, Jumat (27/6) kemarin.

Kedatangannya untuk mengantarkan saksi terkait dugaan korupsi duplikasi dan manipulasi data Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta.

Ketua Tim Tangkis Agus Setiawan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/6), mengatakan saksi yang dihadirkan itu untuk memperkuat laporan kliennya yang sudah disampaikan kepada KPK sejak 30 Agustus 2010 lalu.

Namun, hingga kini belum ada kejelasan tindaklanjut laporan tersebut dari lembaga antirasuah ini. “Belum ada pemberitahuan secara jelas dari KPK, sejak (melapor) 30 Agustus 2010,” kata Agus.

Setelah mengantarkan saksi dan bukti, mereka meminta KPK menindaklanjuti itu. Karena, kata dia, saksi itu semakin memperkuat laporan mereka.

Mereka berjanji akan kembali mengantarkan saksi-saksi lainnya bila KPK memerlukan, untuk melengkapi laporan yang dibutuhkan. “Kami akan mengajukan lagi saksi. Kami punya 10 saksi,” ujarnya.

Seperti diketahui,  pada 30 Agustus 2010, mereka datang ke KPK untuk melaporkan dugaan kasus korupsi yang diduga melibatkan Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo yang kini menjadi calon presiden. Mereka pun mengaku memberikan berkas yang berkaitan dengan dugaan tersebut.

Selain Walikota Solo, timnya juga melaporkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Solo.

“Kami akan menyerahkan berkas dugaan korupsi oleh Wali Kota Solo  baik secara langsung maupun tidak langsung beserta jajarannya,” kata Ketua Tim Ali Usman di kantor KPK, Jakarta.

Ali Usman menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi yang dilakukan petinggi Solo adalah pada anggaran Belanja Hibah kepada Satuan Pendidikan/Sekolah Negeri dan Swasta (BPMKS) tahun 2010.

Pembiayaan tersebut semula dianggarkan dalam APBD Perubahan sebesar Rp 35 miliar yang sebagian dananya sebesar Rp 23 miliar diperuntukkan BPMKS 110 ribu siswa.

Namun pada tahun 2011 data siswa penerima BPMKS dari APBD-P tahun 2010 setelah dilakukan verifikasi hanya tercatat untuk 65 ribu siswa dengan anggaran Rp 10 miliar. (boy/jpnn)

Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/06/28/242940/KPK-Ditantang-Selidiki-Kasus-Dugaan-Korupsi-Solo-

13 Juli 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Berkas Proyek Pagar Sriwedari Segera Dilimpahkan

PATI EKSPRES – Senin, 30 Juni 2014

SOLO – Kasus proyek pagar Sriwedari Kota Solo dalam tahan penuntasan. Jika selesai maka pihak Kejaksaan Kota Solo akan melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) tindak pidana korupsi Semarang. Hal ini diungkapkan Kasi Pidsus Kejari Kota Solo, Erfan Suprapto, kemarin.

“Kerugian negara diketahui dibawah 90 Juta. Namun, masih layak untuk disidangkan. Kami lega karena Audit Akademik dugaan korupsi pembangunan proyek pagar Sriwedari selesai sesuai target. Dengan demikian pemberkasan sudah dilaksanakan kini tinggal nunggu hasil audit,” tutur Erfan.

Audit ini telah melalui proses yang panjang setelah pihak kejari telah melakukan gelar perkara atau ekspos bersama dengan Kejati Jateng. Hasilnya, diputuskan audit diserahkan pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Tengah. Bahkan delapan bulan menunggu kalau kejaksaan merasa tidak kunjung membuahkan hasil sehingga mengkonsultasikan dengan Kejati untuk memikirkan solusinya. Dari sinilah solusinya dialihkan ke tim ahli.

Diberitakan sebelumya kalau Kejaksaan Negeri Kota Solo telah menentukan Budi Yoga Butsono, warga Banyudono, Boyolali sebagai tersangka. Sedangkan dia diketahui sebagai Kontraktor Proyek dari PT Beringin Jaya Makmur, yang bertempat di Jalan Merapi, Boyolali. Tersangka diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi, sesuai dengan pasal 1 dan 2, Undang – Undang Repoblik Indonesia (RI) Nomer 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). ” Penetapan ini sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan ke beberapa saksi yang diantaranya yakni pengawas, dan pelaksana proyek yang ikut menggarab  proyek tersebut,”jelasnya. (roy)

Sumber : http://m.patiekspres.co/2014/06/bekas-proyek-pagar-sriwedari-segera-dilimpahkan/

30 Juni 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Gaji PNS Solo Terpaksa Dipotong

RADAR SEMARANG – Senin, 09 Juni 2014

Untuk Pengembalian THR atas Temuan BPK

SOLO – Pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Solo harus mengembalikan tunjangan hari raya (THR) yang telah dibagikan tahun lalu. Itu sesuai dengan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berdasarkan hasil audit anggaran daerah 2013.
Sekda Solo Budi Suharto mengaku telah membuat surat edaran (SE) terkait penarikan THR PNS 2013. Penarikan itu dilakukan dengan cara pemotongan gaji para PNS pada Juli mendatang. Besaran potongan disesuaikan dengan nilai THR yang telah mereka dapatkan tahun lalu.
”Kami sudah membuat SE (surat edaran). Saat ini, SE tersebut tinggal diedarkan kepada masing-masing SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Karena pelaksanaannya tinggal Juli nanti,” katanya, kepada wartawan kemarin (7/6). Penarikan tersebut sebagai langkah nyata atas rekomendasi BPK.
Seperti diketahui, alokasi anggaran THR PNS 2013 senilai Rp 2,6 miliar masuk menjadi temuan BPK saat dilakukannya audit anggaran. Adapun, ihwal pemberian THR tahun lalu, Budi mengakui memang atas dasar inisiatif pemkot. Niatnya untuk memberikan kesejahteraan PNS saat hari raya. ”Karena biasanya saat hari raya, pengeluaran kan lebih banyak. Tapi, karena ini malah jadi temuan, jadi ya harus ditarik lagi,” terang Budi.
Dia memastikan, penarikan THR 2013 bakal dilakukan untuk semua PNS di lingkungan pemkot yang berjumlah mencapai 9.500 orang lebih. Selain itu, THR 2013 yang diberikan kepada kalangan pensiunan juga tak luput akan ikut ditarik. Untuk mekanisme penarikan THR pensiunan, akan diserahkan kepada masing-masing SKPD yang menaunginya saat masih aktif. ”Ya, nanti termasuk pensiunan. Karena semua anggaran untuk THR memang harus dikembalikan,” tandasnya.
Berkaca pada pengalaman ini, dia memastikan pemkot tak akan mengalokasikan anggaran lagi guna pemberian THR kepada PNS. Sebab, anggaran tersebut sangat rawan menjadi temuan BPK. ”Ke depan sudah tidak ada lagi anggaran untuk THR. Karena hal itu justru menjadi catatan BPK saat nanti dilakukan audit,” papar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo Budi Yulistianto mengatakan, besaran THR yang diberikan kepada PNS tahun lalu bervariasi. Nilainya ditetapkan berjenjang, sesuai dengan golongan dan eselon PNS. ”Dulu kira-kira mulai sekitar Rp 150 ribu. Tapi itu berjenjang,” katanya.
Untuk besaran THR, maksimal Rp 450 ribu yang diberikan kepada pejabat eselon II. Adapun pejabat eselon II di lingkungan pemkot berjumlah 24 orang. Pihaknya masih menunggu SE dari sekda, guna menindaklanjuti penarikan THR PNS tersebut. ”Menunggu SE sekda. Nanti perintahnya langsung ke tiap-tiap SKPD,” tambah dia. (ria/un/jpnn/ric)

Sumber : http://radarsemarang.com/2014/06/09/gaji-pns-solo-terpaksa-dipotong/

18 Juni 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Kejari Surakarta Mulai Periksa Tersangka Korupsi Dana Hibah

SINDO NEWS.com – Rabu, 04 Juni 2014

SOLO – Kejaksaan Negeri Surakarta mulai melakukan pemeriksaan terhadap Hery Jumadi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo. Pemeriksaan terhadap Hery dilakukan karena ia diduga menyelewengkan dana hibah Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo Tahun Anggaran 2013.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Surakarta Erfan Suprapto menyebutkan, pihaknya telah mencecar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Solo itu dengan 46 pertanyaan seputar aliran dana hibah yang dikucurkan tersebut. Menurutnya, pemeriksaan pada Rabu (4/6/2014) itu memakan waktu yang cukup panjang yakni sekitar empat jam penuh.

Selain hasil pertanyaan yang diajukan kepada tersangka, pihaknya mengaku juga telah memiliki bukti yang cukup kuat dan memberatkan tersangka. Selain itu didapatkan pula bukti-bukti yang berasal dari saksi-saksi yang telah diperiksa sebelumnya. Ia mengatakan, dalam kasus tersebut pihaknya sudah memeriksa sebanyak 18 saksi, dari kalangan pegawai Disbudpar dan saksi dari pihak luar.

Dari data yang telah didapatkan, menurutnya, ditemukan ketidaksesuaian antara jumlah dana hibah yang dikucurkan dengan dana yang direaliasasikan oleh pihak penerima hibah. Dalam hal ini penerima hibah adalah Orkes Keroncong Gita Mahkota, yang saat ini dipimpin oleh tersangka Hery. Dia mengatakan, dari proposal yang diajukan oleh Orkes Gita Mahkota, dana yang diminta adalah Rp100 juta.  Kenyataannya, dana yang dihabiskan untuk orkes itu hanyalah Rp40 juta, sedangkan sisa sebesar Rp60 juta tidak dilaporkan dan diduga justru diselewengkan.

“Laporan pertanggungjawaban yang ada diduga telah diselewengkan dan berbeda dengan realisasinya sehingga kita harus ungkap itu. Bahkan  tidak menutup kemungkinan ada penyelewengan pada dana hibah yang lain.”

Sementara itu MT Heru Buwono, pengacara Hery, mengatakan kliennya tersebut tidak  menyelewengkan dana hibah seperti yang telah dituduhkan. Menurutnya, dana hibah sudah dibelanjakan alat musik sebagaimana mestinya, tanpa ada penyelewengan. Meskipun dalam pelaksanaannya kelompok orkes itu membeli terlebih dahulu alat-alat mereka dengan dana talangan sebelum hibah turun.

“Mungkin yang dipermasalahkan adalah penggunaan dana talangan itu untuk membeli alat-alat musik,” ucapnya.

(zik)

Sumber : http://daerah.sindonews.com/read/870075/22/kejari-surakarta-mulai-periksa-tersangka-korupsi-dana-hibah

17 Juni 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Terjerat Kasus Korupsi, Anggota DPRD Solo Akan Diperiksa

SUARA MERDEKA.com – Jum’at, 30 Mei 2014

SOLO, suaramerdeka.com – Diduga melakukan tindak pidana korupsi dana hibah, Ketua Orkes Keroncong Gita Mahkota yang juga anggota Komisi IV DPRD Kota Surakarta Hery Jumadi, tak lama lagi akan diperiksa sebagai tersangka.

Pemeriksaan terhadap Heri, menurut Kasi Pidsus Kejari Surakarta Erfan Suprapto SH dilakukan pada Selasa (3/6) pagi. “Surat panggilan telah kami layangkan kira-kira Senin (26/5) lalu,” tegasnya mewakili Kajari Surakarta Yuyu Ayomsari SH, Jumat (30/5).

Pemanggilan yang bersangkutan, lanjut Erfan, sebagai tindak lanjut hasil penyidikan tim penyidik. “Penjelasan tersangka nantinya, untuk kepentingan penyidikan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP),” tandasnya.

Berkaitan kasus dana hibah yang anggarannya dikucurkan dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ke kelompok ke berbagai kelompok masyarakat atau paguyuban yang jumlahnya ratusan, lanjut Kasi Pidsus, penyidik juga bakal memanggil Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Surakarta, Budi Suharto maupun Ketua DPRD Kota Surakarta, Sukasno.

“Pemanggilan para pejabat tersebut nantinya akan kami lakukan setelah upaya pemeriksaan para saksi lainnya, penyisiran untuk mencari bukti telah selesai,” jelas Kasi Pidsus.

Adapun pemeriksaan terhadap Heri Jumadi pekan depan, kata Erfan, karena yang bersangkutan diduga tidak menggunakan dana hibah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tahun 2013 sesuai peruntukannya.

“Sebab proposal yang diajukan untuk kegiatan Orkes Keroncong yang sebenarnya untuk anggaran tahun 2014 diperuntukkan untuk kegiatan pada 2013,” ungkap Kasi Pidsus.

Dalam kasus ini, tambah Erfan, Hery Jumadi diduga melakukan tindak pidana korupsi dana hibah mencapai Rp 100 juta. “Besaran dana yang dikorupsi diyakini sesuai dengan dana hibah yang diterima tersangka dari Disbudpar,” terangnya.

Sebelum pemeriksaan Hery Jumadi sebagai tersangka dilakukan, tim penyidik kejaksaan telah memeriksa para saksi. Diantara saksi yang telah dimintai keterangan diantaranya mantan Kepala Disbudpar Widdi Srihanto dan beberapa staf sekertaris fraksi.

Sekertaris Fraksi Golkar, Eko Priyono diperiksa di Kantor Kejari, pada Rabu (28/5). Dalam mengusut kasus dana hibah, penyidik kejaksaan juga memeriksa sekertaris Fraksi Partai Demokrat, Wedha Wresniwira.

( Sri Hartanto / CN33 / SMNetwork )

Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/05/30/203991

2 Juni 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Kasus Dana Hibah, Anggota DPRD Gunakan Kuitansi Fiktif

SUARA MERDEKA.com – Sabtu, 24 Mei 2014

SOLO, suaramerdeka.com – Indikasi pimpinan Orkes Keroncong Gita Mahkota yang juga anggota DPRD Kota Surakarta, Hery Jumadi melakukan tindak pidana korupsi dana hibah sebesar Rp 100 juta, di antaranya karena menggunakan kuitansi pembelian alat musik fiktif.

Hal itu dikemukakan Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Surakarta, Erfan Suprapto SH mewakili Kajari Surakarta Yuyu Ayomsari, Jumat (23/5).  Penyidik menemukan kuitansi pembelian alat musik fiktif karena berdasar laporan pertanggungjawaban (LPj), tersangka membeli alat musik di Toko ”Nagamas” Jalan Gotong Royong No 24 Jagalan, Jebres, Solo.

”Setelah kami cek ke lapangan ternyata tidak ada toko musik sesuai alamat yang dimaksud, sehingga dapat dipastikan toko musik di lokasi memang tidak ada atau fiktif,” tegas Kasi Pidsus.

Berdasar pengecekan ke lokasi toko alat musik, alamat yang dimaksud bukan sebagai toko melainkan tempat usaha pencucian motor dan helm milik seorang pengusaha bernama Heri S. ”Kami sudah mengecek ke alamat tersebut, sehingga cukup kuat kuitansi pembelian alat musik menggunakan dana bantuan hibah hanya fiktif,” tandasnya.

Dalam mengusut kasus ini, lanjut Kasi Pidsus, tersangka Heri Jumadi juga diduga memalsukan daftar hadir atau honor latihan setiap minggu yang diterima pemain dan penyanyi dari Januari 2013 hingga Desember 2013 yang ditanda tangani oleh 10 pemain.

”Berdasar pemeriksaan para saksi, seluruh pemain dan penyanyi mengaku tidak pernah menandatatangani dokumen daftar hadir atau honor tersebut. Meskipun diakui pemain dan penyanyi menerima honor latihan tiap minggu sekali, namun tanda tangan tersebut bukan tanda tangan mereka. ”Jadi, cukup jelas ada unsur kesengajaan membuat tanda tangan tersebut untuk kepentingan LPj dana hibah,” katanya.

Heri S, selaku pemilik usaha tempat pencucian motor dan helm di Jalan Gotong Royong membenarkan kalau tempat usahanya beberapa minggu lalu pernah didatangi petugas dari kejaksaan. ”Selama ini, kami tidak menjual peralatan musik,” jelasnya.

( Sri Hartanto / CN26 / SMNetwork )

Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/05/24/203237

30 Mei 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Kasus Dana Hibah, Mantan Kepala Disbudpar akan Diperiksa

SUARA MERDEKA.com – Sabtu, 24 Mei 2014

SOLO, suaramerdeka.com – Penyidik Kejari Surakarta yang menyidik kasus dugaan korupsi dana hibah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tahun 2013, Senin (26/5), akan memeriksa mantan Kepala Disbudpar, Widdi Srihanto.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Erfan Suprapto SH mengemukakan, pemeriksaan terhadap mantan Kepala Disbudpar tersebut untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP).

Langkah tersebut, lanjut dia, ditempuh untuk mengetahui peran yang bersangkutan saat masih menjabat dan berkaitan atas pemberian dana hibah serta dugaan korupsi dana hibah dengan tersangka Hery Jumadi selaku pimpinan Orkes Keroncong Gita Mahkota.

Dijelaskan Erfan, sebelumnya, penyidik telah memeriksa 16 saksi yang masih berkaitan dalam kasus dugaan korupsi dana hibah.

Erfan menambahkan, penyidik membutuhkan keterangan Widdi Srihanto karena yang bersangkutan sebelumnya pernah dipanggil untuk didengar keterangannya pada pada Rabu lalu. Namun, pada saat itu yang bersangkutan tidak hadir karena sedang ada keperluan ke luar kota.

Terkait materi pemeriksaan yang bakal ditanyakan kepada Widdi Srihanto, Erfan belum bisa menjelaskan. ”Ditunggu saja hasilnya,” tegasnya.

Diungkap Kasi Pidsus, berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, dana hibah sebesar Rp 100 juta untuk Gita Mahkota, tidak semuanya dibelanjakan dan digunakan untuk kegiatan keroncong. Sebab hingga saat ini masih tersisa anggaran sekitar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.

Seperti diberitakan (SM,22/5), Hery Jumadi ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Mei 2014 dalam kasus dugaan korupsi dana hibah yang dikucurkan melalui Disbudpar dari APBD tahun 2013 sebesar Rp 100 juta.

Penetapan Hery Jumadi sebagai tersangka berdasar surat perintah penyidikan nomor: Print 909 /0.3.11/Fd.1/05 2014.

Dalam kasus ini, politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah sesuai UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

( Sri Hartanto / CN39 / SMNetwork )

Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/05/24/203213

30 Mei 2014 Posted by | SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar

Pengelolaan Dana BOS – Penggelembungan Belanja Barang Jadi Modus Jamak

SOLOPOS – Senin, 5 Mei 2014

Aktivis lembaga swadaya masyarakat Ekasita Solo, Aniek Tri M., suatu hari memfotokopi lembaran-lembaran data di sebuah kios penyedia jasa fotokopi. Ia mengaku terheran-heran karena biaya fotokopi di kios itu sangat murah. Ia lantas bertanya, apa yang membuat biaya fotokopi murah? Pemilik usaha itu menjawab bahwa harga kertas yang dia gunakan murah.

“Ternyata, kertas itu tidak dibeli di toko kertas atau pabrik kertas. Kertas untuk memfotokopi itu dia beli di sekolah-sekolah dan instansi pemerintah dengan harga di bawah standar pasar,” ujar Aniek.

Pengalaman Aniek ini merupakan salah satu indikasi kebenaran dugaan rekayasa pembelanjaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di pos pembelian kertas dan jasa fotokopi.

Berdasar evaluasi akuntabilitas pengelolaan dana BOS dalam acara Working Group Kajian Akuntabilitas Program BOS di Hotel Indah Palace Solo, Kamis-Sabtu (1-3/5), biaya belanja kertas dan fotokopi di sekolah-sekolah penerima dana BOS banyak yang tidak wajar lantaran angkanya ada yang melampaui Rp 10 juta per kegiatan.

“Rasanya sangat tak wajar, biaya fotokopi kok sampai Rp 10 juta. Indikasinya memang dibelanjakan kertas sebanyak-banyaknya untuk dijual lagi,” kata Aniek.

Pembelian kertas dan biaya fotokopi hanyalah satu di antara sekian pos belanja dana BOS yang patut diduga merupakan praktik penggelembungan dana.

Di salah satu sekolah di Gunungkidul, sebagaimana yang terungkap dalam acara tersebut, ada laporan untuk membayar hosting website sekolah yang mencapai Rp800.000,-. Padahal, biaya sesungguhnya di pasaran hanya Rp100.000,-an/tahun. Selain untuk membeli barang habis pakai, penggunaan dana BOS yang rawan penggelembungan adalah alokasi honor guru di luar jam mengajar.

Dalam petunjuk teknis (juknis) pengelolaan dana BOS memang diperbolehkan menggunakan dana BOS untuk honor guru di luar jam kerja, tapi dengan berpedoman pada batas kewajaran.

“Kalau honor guru melampaui 80% dari biaya setiap program, apakah ini bisa disebut wajar? Lantas, siswa hanya kebagian 15% untuk pengadaan lembar kerja siswa (LKS),” kata Isnawati, aktivis organisasi nonpemerintah IDEA yang berbasis di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sejak diluncurkan pada Juli 2005, program BOS dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan akses dan kualitas pendidikan yang memang belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Berbagai perubahan kebijakan, baik itu perubahan kebijakan anggaran dan perubahan kebijakan penggunaan dana BOS, telah dilakukan pemerintah sesuai Permendikbud No.101/2013.

Perubahan kebijakan itu dengan maksud penggunaan dana BOS tepat sasaran dalam mendukung penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun secara efektif dan efisien dan pertanggungjawaban keuangan dana BOS dilaksanakan dengan tertib administrasi, transparan, akuntabel, tepat waktu, dan terhindar dari penyimpangan.

Setelah 10 tahun berjalan, apakah program BOS sudah tepat sasaran dan dikelola secara baik sebagaimana dimaksudkan dalam Permendikbud tersebut? Inilah pertanyaan dasar yang mengemuka dalam working group tersebut yang kemudian terjawab oleh data-data selama evaluasi.

Masing-masing pihak (pemerintah, lembaga legislatif, sekolah, masyarakat) tentu memiliki penilaian yang bisa jadi berbeda terhadap hal tersebut, tergantung posisi dan cara mereka dalam menilai. Tetapi yang pasti, menurut Febri Hendri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), masyarakat sebagai pemilik sekaligus pemanfaat langsung program BOS harus memastikan penggunaan dana BOS tepat sasaran dan pengelolaannya transparan, akuntabel, dan partisipatif. (Aries Susanto)

Sumber: Harian Solopos, edisi Senin, 5 Mei 2014.

19 Mei 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL, SURAKARTA - SOLO | Tinggalkan komentar