Hukuman Mantan Rektor Unsoed Jadi Empat Tahun
SUARA MERDEKA – Senin, 14 Juli 2014
- Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR PT Antam
SEMARANG- Pengadilan Tinggi (PT) Jateng memperberat hukuman mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Edy Yuwono, mantan Pembantu Rektor IV Budi Rustomo, dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi. Ketiganya divonis empat tahun penjara.
Hukuman terhadap ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) PT Aneka Tambang (Antam) tahun 2011 yang dikelola Unsoed itu lebih berat dibandingkan putusan Pengadilan Tipikor Semarang yang menjatuhkan pidana kurungan dua tahun enam bulan.
Dalam amar putusan perkara banding tersebut, hakim PT juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara. Rinciannya, Edy Rp 133,7 juta, Budi Rp 81,3 juga (diperhitungkan dengan jumlah uang pengganti yang disetorkan), dan Winarto Rp 135,2 juta.
Jika uang pengganti tak dibayar paling lama satu bulan sejak putusan banding dikeluarkan, maka harta benda para terdakwa akan disita.
Fasilitas Tidak Ada
Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tipikor Semarang Heru Sungkowo mengatakan, pihaknya telah menerima salinan putusan PT Jateng.
”Benar, putusan banding sudah turun. Hukuman jadi empat tahun,” jelasnya.
Seperti diberitakan, Unsoed menerima dana CSR dari PT Antam Rp 5,85 miliar. Dana itu semestinya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat di kawasan bekas tambang di Desa Munggangsari, Kecamatan Grabag, Purworejo. Pemberdayaan itu berupa pengembangan pertanian, peternakan, dan perikanan terpadu.
Namun, berita acara kegiatan tak sesuai dengan kenyataan. Berdasarkan investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng, fasilitas yang tidak ada di antaranya gudang pakan, sumur peternakan itik, kandang bibit sapi, bak air, biosida, kamar mandi umum, dan kolam ikan.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi putusan PT Jateng.
”Ini hal bagus. Mereka layak dihukum lebih berat,” tandasnya.
Boyamin menyebutkan, alangkah baiknya apabila koruptor dihukum setidaknya 10 tahun atau diperlakukan sama seperti pelaku kejahatan terorisme dan narkoba. (J17,J14-59)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/07/14/267340
Mantan Rektor Unsoed Dihukum Lebih Berat
SUARA MERDEKA.com – Minggu, 13 Juli 2014
- Korupsi CSR PT Antam
SEMARANG, suaramerdeka.com – Pengadilan Tinggi (PT) Semarang telah memutus banding perkara dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Aneka Tambang (Antam) tahun 2011 yang dikelola Unsoed sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Ketiga terpidana, yakni mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Edy Yuwono, mantan Pembantu Rektor IV Budi Rustomo, dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi divonis empat tahun penjara.
Hukuman penjara hakim PT Semarang itu lebih berat dibandingkan hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang hanya menjatuhkan pidana kurungan ketiganya dua tahun dan enam bulan. Koordinator Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai ketiga terpidana layak dihukum lebih berat. “Ini hal bagus, dari beberapa kasus memang Pengadilan Tipikor Semarang memperberat hukuman penjara koruptor. Namun, semestinya mereka hukumannya diperberat jadi tujuh tahun seperti kasus Imam Sudjono,” tandasnya, Minggu (13/7).
Dalam amar putusannnya, hakim PT juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti keuangan negara kepada ketiga terpidana.
Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi (Panmud Tipikor), Pengadilan Tipikor Semarang Heru Sungkowo membenarkan hakim PT Semarang telah memutus banding mantan Rektor Unsoed. Ia juga telah menerima salinan putusan yang ditandatangani pada 3 April 2013. “Benar, putusan banding sudah turun. Hukumannya (ketiga terpidana korupsi CSR, red) jadi empat tahun,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Unsoed sebagai BLU nenerima dana CSR dari PT Antam Rp 5,85 miliar. Dana itu semestinya digunakan pemberdayaan masyarakat di kawasan bekas tambang di Desa Munggangsari, Kecamatan Grabag, Purworejo.
( Royce Wijaya / CN38 / SMNetwork )
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/07/13/209363
Bupati Didesak Bongkar Pungli Jabatan
SUARA MERDEKA – Senin, 09 Juni 2014
PURWOKERTO – Bupati Achmad Husein didesak membongkar jaringan dugaan pungutan liar dalam mutasi pejabat dan staf di lingkungan Dinas Kesehatan Banyumas. Permintaan tersebut disampaikan dua anggota DPRD, Eko Purwanto (Fraksi PKS) dan Subagio (Fraksi PDIP), saat sidang paripurna usai penyampaian Raperda KUA-PPAS oleh Bupati Achmad Husein, sabtu lalu.
Beberapa waktu lalu Bupati melantik 117 orang pejabat struktural eselon III, IV dan V dan sebagian besar di antaranya dari jajaran Dinkes. Di forum paripurna yang dihadiri eksekutif itu, Eko mengaku mendapatkan laporan terkait keberadaan seorang ”Big Mother” di Dinkes yang berperan sentral bisa mengatur penempatan dan mutasi pejabat.
Dia mengatakan, saat mutasi 117 pegawai dia mendapatkan laporan di Dinkes ada mutasi yang tidak objektif. Tidak berdasarkan penilaian dari Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). ”Yang bersangkutan (perempuan) bisa memindah seseorang tanpa sepengetahuan Baperjakat, bahkan menjelang pelantikan sebelum SK dibuat Bupati bisa memindahkan seseorang,” kata Eko dengan lantang di forum terbuka tersebut.
Menurut wakil rakyat dari Rawalo itu, mutasi itu didasari unsur like and dislike. Bahkan di antaranya ada yang berani membayar. ”Saya tak mau menyebut nama, ini akan saya sampaikan saat bertemu langsung dengan Bupati dan Baperjakat. Ada yang ditarik antara Rp 25 juta dan Rp 309 juta.” Bupati mengaku dalam proses mutasi beberapa waktu lalu, dia hanya mengenal kurang lebih lima persen saja dari keseluruhan pegawai. ”Saya hanya mengenal lima persen, selebihnya saya serahkan ke Baperjakat,” katanya.
Meski begitu, Husein tetap ingin membersihkan pemerintahan yang dipimpinnya jika memang persoalan tersebut benar adanya.(G22-17,48)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/06/09/263826
Kejari Didesak Tahan Dua Tersangka
SUARA MERDEKA – Jum’at, 20 Juni 2014
- Sengketa Tanah Gunung Tugel
PURWOKERTO – Belasan warga Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan, yang mengatasnamakan ahli waris pemilik tanah sengketa Gunung Tugel seluas 11 hektare mendesak Kejari Purwokerto untuk menahan dua tersangka yang sudah ditetapkan.
Mereka kemarin sekitar pukul 10.00 mendatangi kantor Kejari Purwokerto dengan menggunakan truk. Begitu tiba di kejaksaan langsung membentangkan sejumlah poster bernada tuntutan dan dukungan pada aparat penegak hukum. Dua tersangka tersebut adalah Eko Tjiptartono (pemilik sertifikat) dan Suharsono (mantan Lurah Karangklesem). Eko ditetapkan sebagai tersangka sejak Maret lalu dan Suharsono sebulan lalu. Mereka sudah diperiksa, namun sejauh ini belum ditahan.
”Kami datang ke sini (kejaksaan) untuk mendukung penuntasan kasus Gunung Tugel yang sampai sekarang tidak ada kejelasannya,;; kata koordinator warga, Muflikhun, kemarin. Menurutnya, warga mempertanyakan kenapa sampai sekarang jaksa tidak berani menahan dua tersangka yang sudah ditetapkan. Jika dalam beberapa waktu ke depan dua tersangka tersebut tidak ditahan, warga mengancam akan datang dalam jumlah besar.
Menurutnya, ahli waris sampai saat ini tetap berharap kasus tersebut segera diselesaikan karena warga berharap tanah tersebut bisa dikelola kembali. Sejauh ini tanah seluas 11 ha masih diklaim milik Eko Tjiptartono.
”Kekhawatiran warga, sekarang ini ada pilpres dan sebentar lagi puasa, nanti kasusnya tenggelam,” tandasnya di depan Kasi Intelijen Abdul Rasyid dan Anton Sutrisno, salah satu penyidik kasus Gunung Tugel di depan gedung Kejari yang menemui mereka. Salah satu ahli waris, Noto Raharjo, mengungkapkan sudah lebih dari 38 tahun ahli waris diombang-ambingkan kasus yang melibatkan Eko Rjiptartono dan Suharsono.
”Pak jaksa saya mohon kasus Gunung Tugel segera diselesaikan, yang bersalah segera diadili. Warga jangan dibuat bingung dan digantung seperti ini,” katanya. Abdul Rasyid menyatakan, kasus tersebut tetap dilanjutkan dan tidak akan dihentikan. Penyidik Pidsus masih melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan menunggu hasil perhitungan potensi kerugian negara.
”Penanganan kasus korupsi tidak bisa secepat itu dan sekarang pemeriksaan masih jalan terus. Kasus itu juga tidak akan dihentikan dan tidak ada sangkut pautnya dengan pilpres dan puasa,” jelasnya. Anton menjelaskan, penanganan kasus penjualan tanah Gunung Tugel dibagi dalam berkas antara Suryanto (mantan kepala BPMPP yang sudah divonis lebih dulu) dengan Eko Tjiptartono dengan berkas Eko Tijptartono dengan Suharsono.
Kuasa hukum warga, Untung Waryono, mengatakan alasan jaksa belum berani menahan dua tersangka tersebut dinilai aneh dan janggal. Pasalnya, jika alasannya masih menunggu hasil penghitungan kerugian, mestinya bisa mengacu pada berkas perkara Suryanto yang sudah ditangani lebih dulu.(G22-17,88)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/06/20/264959
Mantan Rektor Unsoed Dihukum 2 Tahun 6 Bulan Bui
Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Edy Yuwono. ANTARA/R. Rekotomo
TEMPO.CO, Semarang – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Edy Yuwono dalam kasus korupsi proyek kerja sama penggunaan program corporate social responsibility PT Aneka Tambang.
“Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata ketua majelis hakim Erintuah Damanik, Kamis malam, 3 April 2014.
Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 4 tahun penjara.
Hukuman serupa juga dijatuhkan untuk dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni mantan Pembantu Rektor IV Unsoed Budi Rustomo dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi. Para terdakwa juga dibebani biaya pengganti sebesar Rp 133.702.100 untuk Edy, untuk Budi Rustomo Rp 81.300.000, dan Winarto Hadi Rp 135.212.000.
Hakim mengatakan, jika terdakwa tidak memberikan uang pengganti, seluruh kekayaan terdakwa akan dilelang. “Jika tidak mencukupi, akan dipidana 1 tahun penjara,” kata Erintuah.
Kasus ini bermula dari perjanjian kerja sama yang diteken pada 5 Agustus 2011 tentang program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan perikanan, peternakan, dan pertanian terpadu wilayah eks penambangan pasir besi di Pantai Ketawang, Kecamatan Grabag, Purworejo. Kerja sama ini menggunakan dana CSR dari PT Aneka Tambang sebesar Rp 5,8 miliar.
Bantuan CSR dikelola oleh Tim 9 atau yang biasa dikenal dengan Walisongo. Tim itu berada di bawah penanggung jawab Edi Yuwono. Adapun Budi Rustomo merupakan koordinator proyek, sementara Winarto membantu mengurus pencetakan. Namun, dari total dana CSR, telah terjadi penyelewengan dana senilai Rp 2,154 miliar dari beberapa program CSR yang tidak terealisasi. Salah satunya adalah pembangunan pos kamling serta pembuatan kandang sapi dan kamar mandi umum.
Atas vonis tersebut, para terdakwa langsung menyatakan banding. “Putusan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” kata Sugeng Riyadi, salah satu kuasa hukum para terdakwa. “Ini kasus perdata, bukan pidana.”
SOHIRIN
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/04/03/058567744/Mantan-Rektor-Unsoed-Dihukum-2-Tahun-6-Bulan-Bui
Korupsi CSR PT Antam: Mantan Rektor Unsoed Dihukum 2,5 Tahun
SUARA MERDEKA – Jum’at, 04 April 2014
SEMARANG – Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan pidana 2,5 tahun penjara kepada mantan rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Edy Yuwono. Putusan itu dibacakan dalam sidang, Kamis (3/4) malam. Plt Pembantu Rektor IV Budi Rustomo dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Penerbitan serta dosen Fakultas Peternakan Unsoed Winarto Hadi, juga divonis 2,5 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Erentuah Damanik menyatakannya, mereka terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatan untuk mencapatkan keuntungan pribadi pada pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) PT Aneka Tambang (Antam). ”Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersam-sama dan berlanjut,” kata Erentuah membacakan putusan.
Hakim menilai, para terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta setara dua bulan kurungan. Ketiga terdakwa juga dibebani membayar uang pengganti kerugian negara yang besarnya berlainan sesuai yang dinikmati masing-masing.
Hakim memutuskan Edy Yuwono wajib mengembalikan Rp 133 juta, Budi Rustomo Rp 81,7 juta dikurangi yang telah dikembalikannya. Sementara Winarto Hadi wajib mengembalikan Rp 135 juta. Jika tidak mengembalikan, harta benda mereka akan disita. Dan, jika tak memenuhi jumlahnya, maka mereka wajib mengganti dengan pidana satu tahun penjara. Atas putusan tersebut, para terdakwa menyatakan banding. ”Kami banding,” kata Edy Yuwono di penghujung sidang. Sementara jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Purwokerto belum menyatakan sikap.
Lebih Rendah
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.Ketiga terdakwa dituntut empat tahun penjara dengan denda Rp 200 juta setara tiga bulan kurungan. Untuk uang pengganti, putusan hakim tak bergeser dari tuntutan. Kasus ini terjadi pada 2011. Mulanya Rektor Unsoed mengajukan proposal pemberdayaan masyarakat di kawasan bekas tambang di Desa Munggangsari, Kecamatan Grabag Purworejo ke PT Antam dengan dana sebesar Rp 7,3 miliar. PT Antam menyetujui dan memberi dana CSR Rp 5,856 miliar kepada Unsoed sebagai badan layanan umum (BLU).
Namun, kesepakatan antara PT Antam dan Unsoed tidak dilaporkan kepada pemegang otoritas kegiatan di Unsoed. Dana yang cair tak masuk dalam sistem akuntansi Unsoed. Berdasar kerangka acuan kerja (KAK), dana itu harusnya digunakan untuk membangun fasilitas pengembangan pertanian, peternakan, dan perikana terpadu. Namun berita acara pelaksanaan program tak sesuai kenyataan.
Berdasar investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah, fasilitas yang tidak ada, di antaranya gudang pakan, sumur untuk peternakan itik, kandang bibit sapi, bak air, biosida, kamar mandi umum, dan kolam ikan. BPKP menilai dana CSR yang digunakan di luar KAK mencapai Rp 2,158 miliar. Hal itu menjadi kerugian PT Antam sebagai badan usaha milik negara. Hakim memandangnya sebagai kerugian negara. Terdakwa menerima honor, tunjangan hari raya, dan uang lelah melebihi ketentuan KAK. Kelebihan itulah yang oleh hakim dibebankan pada pidana tambahan penggantian kerugian negara. (H89-71)
Mantan Rektor Unsoed Divonis 2,5 Tahun
ANTARA JATENG.com – Kamis, 03 April 2014
Semarang, Antara Jateng – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara terhadap mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Edy Yuwono dalam kasus korupsi dana CSR PT Aneka Tambang yang menyebabkan kerugian negara Rp2,14 miliar.
Vonis yang dibacakan Hakim Ketua Ereintuah Damanik dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis, lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni kurungan selama empat tahun.
Selain Edi, dua bawahannya yang juga disidang bersamanya, yakni Pelaksana Tugas Pembantu Rektor IV Budi Rustomo dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi, dijatuhi hukuman yang sama.
Hakim juga memerintahkan ketiga terdakwa untuk membayar denda masing-masing Rp50 juta yang jika tidak dipenuhi maka akan diganti dengan hukuman kurungan dua bulan.
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” katanya.
Ketiga terdakwa dinilai telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain hingga merugikan keuangan negara.
Hakim menilai kasus korupsi dana CSR yang dikucurkan PT Aneka Tambang (Antam) ini tidak masuk dalam ranah perdata.
Selain itu, lanjut dia, dana yang digunakan dalam program CSR tersebut berasal dari keuangan negara.
Pertimbangan lain hakim dalam menjatuhkan putusan di antaranya perbuatan terdakwa merupakan pidana korupsi yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa.
Selain itu, status para terdakwa yang merupakan akademisi terpelajar seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat.
Selain menjatuhkan hukuman kurungan dan denda, majels hakim juga mewajibkan ketiga terdakwa mengembalikan uang kerugian negara yang jumlahnya bervariasi.
Terdakwa Edi Yuwono diwajibkan mengembalikan Rp133 juta, Budi Rustomo sebesar Rp81 juta, serta Winarto Hadi sebesar Rp135 juta.
Pengadilan juga memerintahkan lima unit mobil yang dibeli dari uang hasil korupsi dirampas untuk negara.
Menanggapi putusan tersebut ketiga terdakwa langsung menyatakan banding.
Sumber : http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=95377/Mantan-Rektor-Unsoed-Divonis-2,5-Tahun
Penerima Program Keluarga Harapan – Ditemukan Data Ganda
SUARA MERDEKA – Sabtu, 29 Maret 2014
PURWOKERTO – Penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) tahap pertama tahun 2014 sebanyak 38.627 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan penerima bantuan serupa tahun lalu sebanyak 39.191 RTSM. Kabid Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (PSPK) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Banyumas, Kusyanto, mengatakan penyusutan penerima bantuan dari Kementerian Sosial tersebut dikarenakan beberapa hal. ‘’Setelah melakukan verifikasi ulang, ada data penerima ganda telah pindah alamat, ada yang meninggal dunia. Selain itu ada juga data penerima sudah tidak masuk dalam komponen yang berhak menerima bantuan,’’ katanya, kemarin.
Seperti misalnya tahun lalu penerima bantuan kategori ibu hamil yang saat ini sudah melahirkan, sehingga tidak berhak menerima bantuan. Kemudian penerima bantuan ketegori anak usia sekolah, namun sekarang sudah lulus sekolah. ‘’Setiap bulan kami melakukan pemutakhiran data, sehingga sangat mungkin terjadi pergesaran data karena beberapa faktor,’’ujar dia. Adapaun jumlah anggaran untuk pencairan tahap pertama tersebut lebih dari Rp 11 miliar. Setelah Pemilu Lebih jauh dia mengatakan, pencairan tahap pertama yang semula dijadwalkan Maret akan direalisasikan setelah Pemilu 9 April mendatang. ‘’Sesuai instruksi pusat karena berbagai hal pencairan baru akan dilaksanakan setelah pemilu,’’ jelas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, untuk realisasi tahun ini pencairan bantuan akan dibagi dalam empat tahap. Sesuai jadwal, tahap pertama akan dilakukan Maret, kemudian dilanjutkan tahap kedua pada Juni. Tahap ketiga dan keempat dijadwalkan Oktober dan Desember mendatang. PKH diperuntukkan bagi keluarga yang masuk kategori sangat miskin. Beberapa kategori penerima bantuan di antaranya adalah keluarga miskin yang memiliki anak usia pra sekolah, sekolah dasar dan menengah, serta memiliki ibu hamil atau sedang menyusui. Bantuan tersebut akan disesuaikan dengan risiko yang ditanggung masing-masing keluarga miskin. Besaran bantuan berbeda antara Rp 600.000 hingga Rp 2,2 juta per keluarga per tahun.(fz-17,48)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/03/29/257119
“Dipaksakan” Terima Bansos
SUARA MERDEKA – Senin, 17 Maret 2014
- Dobel Nama 50 Persen
PURWOKERTO – Realisasi program Kartu Banyumas Pintar (KBP) terkesan dipaksakan selesai sebelum Pileg 2014. Sesuai rencana Pemkab akan meluncurkan bersamaan peringatan setahun pemerintahan pasangan Husein-Budhi. Sekretaris Komisi D DPRD, Yoga Sugama, mengatakan fakta yang terjadi belum mendukung mengingat tim eksekutif masih mengalami berbagai kendala seperti muncul nama calon penerima dobel antara yang diusulkan program beasiswa siswa miskin (BSM) yang didanai APBN dan bantuan siswa dari keluarga tidak mampu yang didanai dari APBD untuk program KBP.
Dia menilai, rencana realisasi KBP merupakan program positif karena semangat dan tujuannya untuk membantu siswa dari keluarga tidak mampu tetap bisa bersekolah (tidak putus sekolah). ”Kita ingatkan pelaksanaannya jangan sampai nabrak aturan dan terkesan dipaksakan hanya untuk mengejar target politik,” Kata wakil rakyat dari Gerindra itu, kemarin.
Ketua Fraksi Gerindra Nurani Rakyat tersebut mengatakan, pihaknya mencium ada indikasi dari eksekutif terutama dari Dinas Pendidikan dan DPPKAD berupaya memaksakan usulan calon penerima yang belum masuk di KUA-PPAS APBD Induk 2014 tetap dimasukkan dengan cara mengotak-atik data.
Melanggar Hukum
”Kalau dipaksakan berpotensi melanggar hukum dan menyalahi prosedur penganggaran,” katanya mengingatkan.
Bansos Dinas Pendidikan yang masuk KUA-PPAS dari APBD 2014 sebesar Rp 1.536.410.000. Calon siswa penerima datanya harus sudah by name by address. Rencananya satu siswa akan mendapat antara Rp 360.000 dan Rp 550.000 per tahun. Saat ini sebagian calon penerima sudah diminta membuat rekening di salah satu bank pemerintah.
Data yang dirangkum dari berbagai sumber menyebutkan, jumlah calon penerima beasiswa dari jenjang SD yang namanya sudah masuk di KUA-PPAS sebanyak 603 anak. Untuk SMP sebanyak 356 anak. Pemkab menarget sebanyak 1.166 siswa SD dan 763 siswa SMP, sehingga ada selisih data untuk SD sebanyak 563 anak dan SMP 407 anak. Selisih data itu belakangan di antaranya diketahui terjadi dobel nama antara calon penerima dari kuota bantuan APBN maupun dari APBD. (G22,H48-17,48)
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/03/17/255775/Dipaksakan-Terima-Bansos
Mantan Rektor Unsoed Dituntut 4 Tahun Penjara
SINDO NEWS.COM – Senin, 10 Maret 2014
- Terlibat korupsi dana CSR dari PT Antam
Sindonews.com – Mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Edy Yowono, terdakwa korupsi dana hibah CSR dari PT Antam dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hasan Nurodin Achmad, di Pengadilan Tipikor Semarang.
Selain itu, JPU juga menuntut hukuman yang sama untuk dua terdakwa lainnya, Pembantu Rektor IV Unsoed, Budi Rustomo dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Penerbitan dan dosen Fakultas Peternakan Unsoed Winarto Hadi.
“Meminta supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana penjara kepada para terdakwa masing-masing empat tahun penjara,” ujar Hasan, Senin (10/3/2014).
Selain pidana badan, para terdakwa juga diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Hal yang berbeda pada tuntutan uang pengganti yang bervarian.
Untuk terdakwa Edy Yuwono, penuntut umum mewajibkannya untuk membayar uang pengganti senilai Rp133 juta, sementara terdakwa Budi Rustomo senilai Rp87 juta, sementara terdakwa Winarto tuntutan uang penggantinya senilai Rp135 juta.
Hal yang memberatkan, menurut pertimbangan penuntut umum, para terdakwa sebagai pejabat tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Sementara hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum.
Para terdakwa yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Coorporate Social Responsibility (CSR) antara Unsoed dengan PT Aneka Tambang (Antam) ini didakwa melanggar Pasal.2 ayat (1).
Selain itu Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
Ketua tim penasihat hukum M Fajar Saka menyatakan tuntutan penuntut umum tidak mendasar. “Yang jelas kita keberatan dan tidak sependapat dengan penuntut umum,” katanya.
Menurut dia, semua kontrak kerja sama antara Unsoed dan PT Antam,Tbk tidak ada masalah dalam pelaksaannya. “Hingga saat ini, pihak Antam tidak pernah keberatan dengan perjanjian itu dan pekerjaan masih tetap berjalan,” tandasnya.
Untuk memperjelas keberatannya, tim penasihat tiga terdakwa akan menyampaikan pledoinya, pada 17 Maret 2014. (sms)
Sumber : http://daerah.sindonews.com/read/2014/03/10/22/842951/mantan-rektor-unsoed-dituntut-4-tahun-penjara