Banyak Sorotan, BPN Siap Berbenah
SUARA MERDEKA – Kamis, 28 Agustus 2014
ARGOMULYO- Banyaknya sorotan yang dialamatkan kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng membuat jajaran institusi ini untuk berbenah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Langkah awal yang adalah mendengar aspirasi dan keluhan yang ada di daerah-daerah.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Wilayah BPN Jateng Ronny Kusuma Yudistiro saat memberi arahan kepada para Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pegawai Kantor Pertanahan Salatiga di Hotel Laras Asri, Rabu (27/8). Kegiatan bersamaan dengan pembinaan teknis PPAT Salatiga, yang dihadiri Kepala Kantor Pertanahan Salatiga, Ronald Lumban Gaol. “Kami akui banyak sorotan terhadap kinerja kantor Pertanahan Jateng baik melalui email maupun surat dari masyarakat belakangan ini.
Terkait hal itu, kami akan berbenah dan turun ke daerah daerah guna melihat persoalan riil yang ada,” kata mantan kepala Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara ini. Menurut Ronny, apa pun keluhan masyarakat harus di dengar untuk dicarikan solusi. Meskipun tidak semua laporan itu benar, tetapi pihaknya siap turun ke daerah guna menggali informasi dan keluhan itu.
Road Show
Disebutkan, untuk mengetahui persoalan di kabupaten/kota di Jateng, tidak harus melalui para pegawai BPN. Tetapi dengan para PPATpun tak kalah penting dalam menyerap informasi persoalan yang tengah terjadi dalam pengurusan sertifikat tanah.
Sebab, PPAT merupakan mitra kerja dari BPN. “Kami akan road show ke daerah- daerah untuk membangkitkan semangat teman-teman guna meningkatkan pelayanan masyarakat. Terpenting komitmen BPN, tidak ada korupsi atau pungli dalam melayani masyarakat itu,” jelasnya. Dikatakan, persoalan lain yang dihadapi BPN seperti di Salatiga ini di antaranya kurangnya juru ukur tanah karena sebagian pegawai sudah tua.
Akibatnya, proses penerbitan sertifikat terkadang agak lama di samping persoalan administrasi daerah perbatasan. Kepala Kantor Pertanahan Salatiga Ronald, Lumban Gaol berjanji, akan memproses cepat pengurusan sertifikat. Hanya, pengurusan sertifikat itu juga terkoneksi dengan BPN Pusat sehingga harus antre. (H32-64)
Konsultan Pengawas Ditunjuk oleh Panitia Lelang
SUARA MERDEKA – Sabtu, 23 Agustus 2014
- Kasus Dugaan Korupsi GOR Indoor Salatiga
SEMARANG – Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Salatiga Dance Ishak Palit sama sekali tidak mengetahui bahwa pekerjaan pembangunan proyek gedung olahraga (GOR) indoor Salatiga ternyata belum selesai 100% saat dana dibayarkan kepada rekanan pemenang lelang, PT Tegar Arta Kencana. Menurutnya, pencairan dana itu bisa dilakukan setelah ada tanda tangan konsultan pengawas.
Hal ini diungkapkan Dance saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dalam pembangunan GOR Salatiga dengan terdakwa Bendahara KONI Joni Setiadi dan pemegang saham PT Tegar Arta Kencana, Agus Yuniarto, di Pengadilan Tipikor Semarang, baru-baru ini.
Meski pemeriksaan dituangkan dalam berkas terpisah, kedua terdakwa disidang bersama untuk mendengarkan keterangan para saksi.
Dance mengungkapkan, dalam proyek itu konsultan pengawas ditunjuk oleh panitia pengadaan karena di KONI tidak ada yang mengetahui teknis proyek.
’’Untuk konsultan, saya sudah minta kepada panitia pengadaan dan akhirnya ditunjuk langsung oleh unit pelayanan pengadaan. Dana bisa cair setelah konsultan pengawas tanda tangan dalam berita acara yang sudah 100%,’’ paparnya di hadapan majelis hakim yang terdiri atas Gatot Susanto, Dwi Prapti, dan Agus Prijadi.
Sementara itu Sumaryono, ketua pokja III panitia lelang mengatakan, lelang pertama 12 Agustus 2011-25 Agustus 2011 dibatalkan karena peserta tidak memenuhi syarat minimal. Lelang kedua dijadwalkan kembali pada September 2011 dan dimenangi PTTegar Arta Kencana.
Untungkan Orang Lain
Dalam dakwaan jaksa penuntut, tindakan Joni Setiadi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dinilai menguntungkan orang lain yakni Agus Yuniarto dan Joko Siswanto selaku pemilik CV Temadea.
Dari nilai kontrak Rp 3,94 miliar, terdapat kelebihan pembayaran yang berasal dari volume beton terpasang sekitar Rp 230 juta serta pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak dibayarkan kepada negara Rp 308,6 juta.
Selain itu ada pula kontrak jasa pengawasan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 45,2 juta. Dari hasil uji laboratorium terhadap bahan dan konstruksi oleh ahli dari Teknik Sipil Undip, terjadi kekurangan volume beton terpasang dalam kontrak sebesar 73,12 meter kubik.
Dari pengajuan itu, telah dicairkan dana sesuai nilai kontrak Rp 3,94 miliar. Uang ini dipakai untuk pembangunan Rp 3,35 miliar, membayar PPN Rp 50 juta, lalu sisanya yakni kelebihan pembayaran Rp 230 juta dan PPN yang tidak dibayarkan sebesar Rp 318 juta dipakai untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Sementara itu, dana jasa konsultasi pengawasan pembangunan oleh CV Tamadea dicairkan Rp 49,7 juta tetapi hanya Rp 4,4 juta yang dibayarkan untuk PPN. Sisanya Rp 45 juta digunakan Joko Siswanto. Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 583,9 juta.
Kedua terdakwa yang didampingi kuasa hukum Heru Wismanto dan Adhi Gunawan menyatakan tidak keberatan terhadap keterangan saksi. (J14,J17-59)
Kasus PDAU, John Manoppo Divonis Satu Tahun
SEMARANG, suaramerdeka.com – Mantan Walikota Salatiga John Manuel Manoppo divonis hukuman pidana satu tahun serta denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Salatiga. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang yang diketuai Suyadi menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan korupsi secara bersama dan berlanjut.
Hakim menilai, terdakwa terbukti menyalahgunakan jabatannya selaku wakil walikota pada saat itu dan selanjutnya walikota yang dalam pelaksanaan kewenangan tidak sesuai aturan hukum atau disalahgunakan sehingga termasuk perbuatan melawan hukum. “Terdakwa juga menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan seperti dana pinjaman untuk talangan Rp 100 juta kepada klub sepak bola PSISa. Dalam hal ini harus ada persetujuan dari badan pengawas,” kata hakim Suyadi saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (19/8).
Pembelaan terdakwa terkait uang itu hanya pinjaman pribadi terhadap Adi Sutardjo, mantan Direktur PDAU Salatiga juga tidak bisa dibuktikan. Hakim berpendapat, tidak ada bukti yang meyakinkan misalnya dengan adanya surat bukti pinjam meminjam dan uang sebesar Rp 55 juta baru dikembalikan setelah proses perkara berjalan.
Kendati dinyatakan bersalah, salah satu hakim Robert Pasaribu menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dimana terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi. Perbuatan menerima uang pinjaman Adi Sutardjo tidak serta merta dapat ditafsirkan terdakwa meminta atau memerintahkan Adi meminjam uang dari PDAU.
Atas putusan ini, setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, terdakwa menyatakan menerima putusan hakim. Sedangkan jaksa masih menyatakan sikap pikir-pikir.
( Modesta Fiska / CN38 / SMNetwork )
KP2KKN Pantau Kinerja Kantor BPN
SUARA MERDEKA – Selasa, 19 Agustus 2014
- Dugaan Pungli Sertifikasi Tanah
SALATIGA- Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng mengakui terus memantau kinerja Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Salatiga.
Di antaranya menindaklanjuti dugaan pungutan liar (pungli) saat mengurus sertifikat. Bahkan KP2KKN telah melaporkan adanya dugaan pungli tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hal itu ditegaskan Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, kemarin.
”Setelah membaca pemberitaan di Harian Suara Merdeka (SM; Selasa, 22/7) dan (SM; Senin, 11/8), data tersebut dijadikan startawal pemantauan kepada BPN. Tidak hanya Kantor BPN Salatiga, seluruh kantor BPN juga kami lakukan,” kata Eko Haryanto. Menurutnya, persoalan pungli BPN berdasarkan keluhan masyarakat sudah disampaikan ke Komisioner KPK, Bambang Widjojanto.
”Saya berharap agar ada operasi tangkap tangan, supaya menimbulkan efek jera, seperti kasus pidana korupsi yang dilakukan di lembaga-lembaga lainnya,” ungkap Eko Haryanto.
Biaya Tak Resmi
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pemilik tanah yang mengurus pembuatan atau pemecahan sertifikat mengeluhkan biaya tidak resmi di Kantor BPN Salatiga. Untuk memenuhi proses memecah tanah tersebut dikenai biaya tidak jelas, atas sejumlah bagian tanah yang akan dipecah tersebut. Biaya itu atas kesepakatan dengan oknum petugas tertentu dan bila tidak dipenuhi, maka proses pengukuran tanah dan pengurusan sertifikat dibatalkan.
Karena biaya terlalu tinggi, akhirnya beberapa pemilik tanah menunda proses sertifikasi itu. Tidak hanya itu, sejumlah notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mengaku tidak dapat menolak dan merasa dipalak (wajib bayar) oleh oknum petugas. Biaya tidak jelas sebagai pungli itu akhirnya dibebankan kepada warga.
Beberapa PPATberharap, adanya pemberitaan soal pungli, diharapkan berdampak positif terhadap pengurusan sertifikat di Kantor BPN Salatiga. Beberapa PPAT mengaku keberatan pula bila mereka disebut makelar dalam proses pengurusan tanah, sementara keberadaan notaris atau PPAT diatur undang-undang.
Tugas PPAT tidak sekadar berikan jasa urus tanah, tetapi juga mampu mempertemukan dan menyelesaikan masalah sejumlah pihak dalam proses sertifikasi tanah. Sebelumnya, Kepala Kantor BPN Kota Salatiga, Ronald Lumban Gaol membantah adanya biaya tidak jelas di lembaganya. Menurutnya semua pengurusan soal tanah ada aturan dan biaya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Dijelaskannya, sistem di BPN sudah online dengan BPN Pusat dan petugas terancam sanksi bila melanggar aturan. Ronald juga meminta agar warga yang mengurus tanah jangan menggunakan pihak ketiga atau calo, termasuk memakai kuasa, karena ada biaya jasa. Masyarakat diminta datang ke Kantor BPN dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. (H2-72)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/08/19/270614
Kasus Pungli Ditidaklanjuti
SUARA MERDEKA – 11 Agustus 2014
- Sertifikasi Tanah
SALATIGA – Diam-diam Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, menindaklanjuti keluhan warga dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kota Salatiga.
Hal itu terkait dugaan kemunculan biaya tidak jelas di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Salatiga. Mereka akan mengagendakan pertemuan dengan Kepala BPN, Hendarman Supanji. Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto mengatakan, terkait adanya keluhan warga dan PPAT Kota Salatiga terkait biaya tidak resmi pengurusan tanah yang termuat di Harian Suara Merdeka, Selasa (22/7) lalu.
‘’Keluhan soal pengurusan tanah oleh masyarakat dan laporan PPAT Kota Salatiga, telah kami tindaklanjuti. Bahkan, kami berharap bisa bertemu dengan Kepala BPN Hendarman Supanji mengenai persoalan urusan di BPN. Tidak hanya di Kantor BPN Kota Salatiga, tetapi juga kota-kota lainnya yang kami nilai sama saja,’’ kata Eko Haryanto, kemarin.
Dijelaskannya, sewaktu digelar pertemuan lembaga dan organisasi anti-KKN seluruh Indonesia beberapa waktu lalu, salah satu agenda yang dibahas adalah persoalan banyaknya laporan warga dan adanya pungutan liar (pungli) di BPN. ‘’Lembaga itu dikatakan telah bersih dari KKN. Tetapi kenyataan di lapangan, masih penuh dengan KKN, salah satunya adalah soal pungli pengurusan tanah,’’ tegas aktivitas anti-KKN tersebut.
Diunggah
Bahkan untuk memublikasikan berita soal pelayanan dan pungli di BPN Salatiga, Eko menjelaskan, pihaknya mengunggah berita di Harian Suara Merdeka soal keluhan pelayanan BPN Salatiga tersebut, di web KP2KKN Jateng http://www.antikorupsijateng.wordpress.com/cat atau untuk bisa mencarinya lewat Google dengan kata kunci, bpn salatiga kp2kkn. ‘’Berita terkait pungli di BPN Salatiga tersebut telah kami unggah di web kami. Semoga bisa diketahui lebih banyak orang,’’ ujarnya.
Seperti diketahui, sejumlah pemilik tanah yang mengurus pembuatan atau pemecahan sertifikat kecewa dengan adanya biaya tidak resmi di Kantor BPN Salatiga. Bahkan, karena biaya itu terlalu tinggi, akhirnya proses pengurus ditunda. Tidak hanya itu, sejumlah notaris atau PPAT mengaku dipalak (wajib bayar) untuk mengurus biaya tersebut. Dampaknya, biaya tersebut akhirnya dibebankan kepada klien mereka.
Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Kota Salatiga, Ronald Lumban Gaol membantah adanya biaya tidak jelas di lembaganya. Menurutnya, semua pengurusan soal tanah ada aturan dan biaya, sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang ada. Menurutnya sistem di BPN sudah online dengan pusat dan tidak setiap personel BPN terancam sanksi bila tidak mengikuti ketentuan tersebut.
Ronald juga meminta agar warga bila mengurus tanah jangan menggunakan pihak ketiga atau calo. Bahkan, jangan pakai kuasa, karena ada biaya jasa. Masyarakat diminta datang ke Kantor BPN, maka prosesnya akan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. (H2-64)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/08/11/269863
John Manoppo Menolak Disebut Korupsi
SUARA MERDEKA.com – Senin, 11 Agustus 2014
SEMARANG, suaramerdeka.com – John Manuel Manoppo menolak disebut korupsi dalam kasus dana Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kota Salatiga. Dalam duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Tipikor Semarang, baru-baru ini, John Manoppo menegaskan bahwa uang yang diterima dari mantan Direktur PDAU Salatiga itu hanyalah pinjaman pribadi.
Mantan Wali Kota Salatiga yang dituntut pidana penjara 1 tahun enam bulan penjara tersebut menyatakan, Adi Sutarjo adalah rekan dekatnya. Dirinya juga tidak mengetahui pinjaman itu berasa dari dana PDAU Salatiga.
”Hutang itu secara pribadi saya dengan Adi Sutarjo, jadi saya menolak kalau disebut korupsi. Saya tidak mengetahui kalau uang itu ternyata diambilkan dari dana PDAU Salatiga,” kata John Manoppo yang dalam perkara ini tidak ditahan karena menjalani penahanan pada kasus lainnya.
Dalam duplik yang dibuatnya sendiri, John menyatakan tidak menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana atas jabatannya saat itu sebagai Wakil Wali Kota.
”Ada bukti kuitansi yang menyertai dan terdakwa juga telah mengembalikan uang Rp 55 juta. Tidak ada tujuan dari terdakwa untuk memiliki atau menggunakan dana PDAU Salatiga dan perbuatannya ini murni perdata,” kata Adhi Gunawan, salah satu kuasa hukum terdakwa.
John didakwa telah bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP jo Pasal 64 KUHP. Selain tuntutan pidana badan 18 bulan, terdakwa juga dikenai denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Kasus korupsi PDAU ini terjadi tahun 2006 dan dalam perkara ini, Adi Sutardjo selaku direktur telah diputus hukuman 13 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.
( Modesta Fiska / CN26 / SMNetwork )
Sumber : Suara Merdeka.com
Pelayanan Kantor Pertanahan Dikeluhkan
SUARA MERDEKA – Selasa, 22 Juli 2014
- BPN : Terapkan Prosedur Standar
Setelah Badan Pertanahan Nasional dipimpin mantan Kejagung Hendarman Supanji, berbagai pelayanan di lembaga yang salah satunya mengurusi pembuata sertifikat tanah tersebut, harus terbebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Namun apakah komitmen BPN tersebut sudah diterapkan hingga di daerah? Berikut laporannya.
TULISAN ini merujuk kekecewaan pemilik tanah yang merasa kesulitan, ketika hendak memecah tanah mereka menjadi beberapa sertifikat. Kesulitan yang dihadapi terkait biaya yang harus dikeluarkan, ketika mengurusnya di Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Setiap sertifikat atas pemecahan tanah tersebut dikenai biaya cukup mahal, sesuai dengan jumlah sertifikat baru yang terbit.
Proses pemecahan sertifikat itu pun akhirnya ditunda, karena tidak mampu membayar biaya itu. Sebagai pemilik tanah, posisi tawarnya sangat rendah dan mau tidak mau harus mengikuti keputusan BPN. Kemudian proses itu pun dicoba diselesaikan lewat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau yang dikenal dengan notaris.
Ternyata, proses melewati notaris tersebut sama, apalagi bila proses pemecahan tanah tersebut terkait bisnis. Sejumlah notaris yang dimintai konfirmasi terkait persoalan itu pun tidak bisa berbuat banyak. Tidak hanya itu, sejumlah aturan pelayanan dan biaya, terkait proses pengurusan sertifikat dinilai memberatkan, sehingga pada akhirnya dibebankan notaris kepada kliennya.
Setidaknya ada 15 Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris di Kota Salatiga, pernah protes dengan melayangkan surat ke Kantor Pertanahanan Kota Salatiga.
Surat itu juga ditembuskan ke Kepala BPN RI dan Kepala BPN Provinsi Jateng.
Surat atas nama Ikatan Pejabat Pembuat Akta tanah (IPPAT) itu ditandatangani notaris Wiwik Indriani SH SpN, Ani Isnawati SH, M Fauzan SH, Arini Hidaya SH, Siti Irianti SH, Ananstasia Winarti SH, Sri Rahayu Haryono SH, Danny Kusumastuti SH, dan Huzein SH MKn. Lalu Rita Suprapti SH, Agustina Rahmawati SH, Burhanudin SH, Supriyadi SH, Sofie Purwanti SH, Pisco Eko Pandansari SH, Sunarmi SH, dan Kotot Tamtama SH MKn.
Beberapa notaris itu mengaku ada biaya-biaya tertentu yang ditetapkan BPN dalam pengurusan akta tanah.
”Ada beberapa item proses pengurusan tanah yang menjadi sumber lahan mencari uang di BPN. Kami protes tentang itu karena kami dipalak (wajib bayar) bila ingin proses pengurusan akta, berjalan lancar. Bahkan biaya itu bisa melambung tinggi,” ungkap salah satu notaris itu.
Notaris lainnya menyebutkan hampir semua biaya tidak resmi tersebut tidak ada bukti kwitansi, sehingga terkesan biaya siluman atau pungutan liar.
Para notaris itu berharap agar tidak ada lagi biaya tidak jelas yang membebani, dalam proses pembuatan akta, pemecahan akta, balik nama akta, dan lainnya.
Mengikuti Prosedur
Kepala Badan Pertanahan Kota Salatiga, Ronald Lumban Gaol ketika ditemui mengungkapkan, bila mengurus tanah jangan menggunakan pihak ketiga atau calo.
Bahkan jangan pakai kuasa, karena ada biaya jasa. Datang saja sendiri, maka prosesnya akan mengikuti prosedur yang telah ditentukan.
Tidak ada biaya tidak jelas atas pengurusan sertifikat, di luar ketentuan yang berlaku. Justru Ronald mengemukakan, nama BPN kerap dipakai dengan dalih untuk membayar biaya-biaya tertentu, padahal tidak ada biaya yang dimaksud.
Dijelaskan, sistem administrasi Kantor Pertanahan sudah online dengan BPN pusat.
Bila salah satu persyaratan pengajuan sertifikat tidak lengkap, maka sistem komputerisasi akan menolaknya.
Terkait surat dari Notaris tersebut, Ronald menganggapnya sebagai surat kaleng, karena tidak ada nomor surat organisasi dan tidak disebutkan siapa ketua organisasi, serta tidak dilengkapi dengan cap dan stempel.
Saat ini pihaknya sedang gencar melaksanakan Program Nasional Agraria (Prona) dengan mempermudah masyarakat menyertifikasi tanah. (Surya Yuli P-72)
Mudik Dilarang Pakai Mobil Dinas
SUARA MERDEKA – Selasa, 22 Juli 2014
- Tak Boleh Terima Bingkisan
MAPOLRES – Pemkot Salatiga melarang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungannya menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran.
Tak hanya penggunaan mobil dinas, seluruh PNS dilarang menerima parcel karena hal tersebut dianggap sebagai gratifikasi.
Hal tersebut dinyatakan Wali Kota Yuliyanto usai memimpin apel kesiapan personel dalam Operasi Ketupat Candi 2014 di halaman Polres Salatiga, kemarin. “Dasar pelarangan adalah surat edaran yang kami terima dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Wali Kota.
Dalam surat edaran tersebut, KPK menyatakan penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi termasuk korupsi dan melarang seluruh pejabat menggunakan mobil dinas untuk kepentingan di luar kepentingan dinas.
Surat edaran tersebut juga melarang para PNS untuk menerima parcel, bingkisan atau fasilitas apa pun menjelang pelaksanaan hari raya keagamaan, termasuk Lebaran. “Kita ikut peraturan saja. Jika KPK melarang, ya kita patuhi,” kata Wali Kota.
Untuk memudahkan pemantauan, dirinya menjajaki untuk mengandangkan seluruh mobil dinas di Bagian Umum Setda Kota. Pemkot, lanjut Yuliyanto, akan menerapkan sanksi jika terbukti ada PNS yang melanggar.
Kabag Humas Setda Kota Salatiga, Adi Setiarso mengatakan, berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD), aset Pemkot terkait kendaraan roda empat saat ini berjumlah 259 unit.
“Dari jumlah tersebut, 89 di antaranya adalah kendaraan operasional. Sisanya sebanyak 170 unit adalah kendaraan dinas yang dipakai kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sekretaris dan para kabid di berbagai SKPD,” kata Adi.
Ketupat Candi
Terkait pelaksanaan Operasi Ketupat Candi 2014 di wilayah Salatiga, disiapkan sekitar 800 personel dari berbagai kesatuan. Kapolres Salatiga AKBD Dwi Tunggal Jaladri mengatakan, dari jumlah tersebut, pihaknya menyiapkan sekitar 200 personel.
“Pengamanan selama Lebaran ini kami lakukan bersama instansi lain seperti TNI, Dinas Perhubungan, Satpol PP dan Dinas Kesehatan. Intinya kami akan bersinergi untuk membantu pengamanan Lebaran,” kata Kapolres.
Pelaksanaan Operasi Ketupat Candi sendiri berlangsung selama 16 hari, sejak Senin (21/7) hingga 6 Agustus mendatang. Menghadapi Lebaran tahun ini, lanjut Kapolres, pihaknya telah melakukan sejumlah persiapan.
Antara lain, pendirian Posko Keamanan dan Pelayan sebanyak empat buah, pemasangan rambu dan penunjuk jalan hingga spanduk atau pun baliho imbauan kepada para pengguna jalan. (H54-72)
Kasus GOR Kridanggo Dilimpahkan ke Kejari
SUARA MERDEKA – Senin, 21 Juli 2014
SEMARANG – Berkas perkara dugaan korupsi proyek pembangunan GOR Kridanggo, Salatiga dengan tersangka pemilik PT Tegar Arta Kencana, Agus Yuniarto dan mantan Bendahara KONI Kota Salatiga Joni Setiadi dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng.
Selanjutnya, berkas perkara berikut tersangka dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Salatiga.
”Sudah lengkap, berkas berikut tersangka telah kami limpahkan ke jaksa penuntut umum,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jateng Eko Suwarni.
Kejati menetapkan Agus dan Joni sebagai tersangka pada Februari lalu. Sebulan kemudian, keduanya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane, Semarang. Tersangka dinilai melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Acuan Teknis
GOR Kridanggo dibangun pada 2011 dan didanai Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 3,94 miliar.
Proyek yang dikerjakan PT Tegar Arta Kencana, Suruh, Kabupaten Semarang, selaku pemenang lelang itu ternyata tak sesuai dengan perjanjian dan acuan teknis.
Beberapa jenis pekerjaan tidak dikerjakan rekanan.
Kerugian negara diperkirakan Rp 700 juta. Pembangunan diurus oleh komite yang terdiri atas pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Salatiga dan pengurus KONI. Adapun pengawas lapangan dari unsur SKPD, yakni Diah Puryati dengan anggota Amin Siahaan dan Petrus Mas Sentot.
Kuasa hukum tersangka, Heru Wismanto mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses hukum selanjutnya di Salatiga. (J17,J14-59)
Kasus Korupsi GOR Kridanggo Dinyatakan P21
SUARA MERDEKA.com – Rabu, 16 Juli 2014
SEMARANG, suaramerdeka.com – Berkas perkara dugaan korupsi pembangunan GOR Kridanggo, Salatiga dengan tersangka pemilik PT Tegar Arta Kencana, Agus Yuniarto dan mantan Bendahara KONI Kota Salatiga Joni Setiadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) telah dinyatakan rampung atau P21 di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng. Selanjutnya, berkas perkara berikut tersangka tersebut dilimpahkan ke jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri (Kejari) Salatiga.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jateng Eko Suwarni menyatakan, pelimpahan berkas itu telah dilakukan pada Senin (14/7). “Sudah lengkap, berkas berikut tersangka telah kami limpahkan ke jaksa penuntut umum,” katanya, Rabu (16/7).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati menetapkan Agus dan Joni sebagai tersangka pada Februari lalu. Sebulan kemudian, keduanya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane, Semarang.
Tersangka dinilai melanggar pasal 2 ayat 1 junto pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/ 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi. Perkara ini terjadi dalam pembangunan GOR Kridanggo pada 2011 yang didanai Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 3,94 miliar. Proyek yang dikerjakan PT Tegar Arta Kencana Suruh Kabupaten Semarang selaku pemenang lelang itu diketahui tak sesuai dengan perjanjian dan acuan teknis.
Sementara itu, kuasa hukum tersangka, Heru Wismanto membenarkan perkara kliennya sudah dilimpahkan ke Kejari Salatiga. Pihaknya akan mengikuti proses hukum selanjutnya setelah pelimpahan tersebut. “Kami ikuti proses hukum saja,” tandasnya kepada wartawan.
( Royce Wijaya / CN38 / SMNetwork )
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/07/16/209764