Kasus Korupsi Normalisasi Sungai Cilacap – Lima Terdakwa Divonis 1 Tahun 8 Bulan
SUARA Merdeka – Kamis, 21 Agustus 2014
SEMARANG – Lima terdakwa kasus dugaan korupsi proyek normalisasi Sendangsari, Cilacap divonis satu tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.
Kelima terdakwa, yakni Kusmiharto (pengawas lapangan), Anwar Subianto, Bambang Suswanto, Aji Sambodo (ketiganya panitia pemeriksa pekerjaan), dan Muhammad Muslim (pejabat pelaksana teknis kegiatan) masing-masing juga didenda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.
Putusan itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Erentuah Damanik dan Jhon Halasan Butarbutar dalam persidangan yang digelar secara bergiliran.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Cilacap Jonatan Markus, yaitu hukuman dua tahun enam bulan serta denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
”Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Unsur tindakan korupsi secara bersama-sama telah terpenuhi,” kata hakim saat membacakan putusan secara bergantian, Rabu (20/8).
Berpegang pada Gambar
Kusmiharto yang merupakan mantan pegawai Dinas Pekerjaan Umum terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek dari APBD Cilacap tahun 2010 senilai sekitar Rp 1 miliar itu dengan kerugian negara sekitar Rp 293 juta. Adapun Anwar Subianto, Bambang Suswanto, dan Aji Sambodo selaku panitia pemeriksa tidak melaksanakan tugasnya dengan benar.
Terdakwa Muslim dinilai tidak melakukan pengendalian secara intens dan juga melakukan penyimpangan.
Hakim berpendapat, terdakwa hanya berpegang pada fotokopi gambar, padahal pengendalian kegiatan yang baik membutuhkan data lengkap. Hal itu adalah salah satu bentuk nyata penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, terjadi selisih kelebihan pembayaran. Realisasi proyek baru senilai Rp 700,07 juta, tetapi pembayaran kepada rekanan PT Bhina Hasta Agung Rp 994,5 juta.
”Berita acara pemeriksaan ditandatangani terdakwa, padahal realisasi belum 100%, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sekitar Rp 293 juta,” ujar Jhon H Butarbutar.
Dari kelima terdakwa, hanya Muslim dan Kusmiharto yang menyatakan menerima putusan, sedangkan lainnya pikir-pikir. Begitu pula jaksa penuntut masih pikir-pikir atas putusan hakim. (J14,J17-59)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/08/21/270953
30,4 Persen APBD untuk Infrastruktur
SUARA MERDEKA – Sabtu, 16 Agustus 2014
CILACAP – Pembangunan infrastruktur masih menjadi program prioritas Pemkab Cilacap di tahun mendatang. Terbukti di dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2015, infrastruktur masih menempati prioritas pertama dengan mendapatkan persentase anggaran sebesar 30,41 %. Adapun program prioritas lain, yaitu kesehatan dengan mendapat persentase anggaran sebesar 21,39 %, pemberdayaan masyarakat melalui sektor pertanian dan UMKM sebesar Rp 6,11 % dan pendidikan sebesar 5,74 %. ‘’Pemberdayaan masyarakat melalui sektor pertanian dan UMKM masuk program prioritas pada 2015 mendatang karena pemberdayaan masyarakat melalui sektor pertanian dan UMKM terbukti mampu memberi konstribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi,’’ kata Kepala Bappeda Cilacap, Indro Cahyono, Jumat (15/8).
Semua program prioritas yang tertuang di dalam KUA-PPAS 2015, telah disepakati oleh legislatif. Sudah ada kesepakatan eksekutif dan legislatif, mengenai KUA-PPAS 2015. Sebab program yang menjadi prioritas sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017. Prioritas Adapun rencana neraca APBD 2015 yang telah disampaikan Bupati ke DPRD, yaitu besar pendapatan dalam rancangan PPAS 2015 adalah Rp 1,988 triliun dan anggaran belanja dalam rancangan PPAS 2015, sebesar Rp 2,363 triliun. Dengan demikian, dalam rencana neraca APBD TA 2015, terdapat defisit Rp 374,502 miliar atau 18,83 %. Bila dibandingkan dengan APBD 2014, besar pendapatan pada APBD Definitif TA 2014 Rp 2,057 triliun dan anggaran belanja Rp 2,154 triliun. Berarti terdapat defisit Rp 96,813 miliar atau 4,71 %. Anggota DPRD Cilacap, Barakatul Anam mengakui KUA-PPAS TA2015 sudah disepakati, tetapi baru sebatas program yang menjadi prioritas di 2015 mendatang berikut plafon anggarannya. Pembangunan infrastruktur, tetap menjadi prioritas utama.
Disusul pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat, melalui sektor pertanian dan UMKM. Beberapa kegiatan yang mendapat prioritas, antara lain program aspal hotmix dengan mendapat plafon anggaran sementara sebesar Rp 70 miliar, pengadaan aspal swadaya Rp 20 miliar, penyelenggaraan kelas unggulan (leader class) Rp 2 miliar, pengurukan lahan untuk lokasi pembangunan gedung leader class Rp 1 miliar, pembenahan lapangan milik pemkab di Desa Karangkandri, Kecamatan Kesugihan Rp 400 juta.(ag-63,48)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/08/16/270400
Lima Terdakwa Dituntut 2,5 Tahun
SUARA MERDEKA – Kamis, 17 Juli 2014
- Kasus Korupsi Proyek Sungai Cilacap
SEMARANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Cilacap, Jonathan Markus, menuntut lima terdakwa terkait kasus dugaan korupsi pada proyek normalisasi sungai Sendangsari Cilacap, masing-masing dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. Selain itu para terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kelima terdakwa adalah M Muslim (pejabat pelaksana teknis kegiatan-PPTK), Kusmiharto (pengawas lapangan), dan panitia pemeriksa pekerjaan yang terdiri atas Anwar Subianto, Bambang Siswanto (PNS Dinas Bina Marga dan ESDM), dan Aji Sambodo (PNS Dinas Cipta Karya).
”Memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini menjatuhkan hukuman kepada terdakwa 2 tahun 6 bulan serta denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan,” kata Jaksa Jonathan Markus di hadapan majelis hakim yang diketui Jhon Halasan Butarbutar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/7).
Dalam kasus proyek normalisasi yang dibiayai APBD Cilacap Tahun 200 senilai Rp 1 miliar lebih ini telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 300 juta. Jaksa penuntut menilai para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar ketentuan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hal memberatkan terdakwa, perbuatan yang dilakukan ini bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun demikian terdakwa yang belum pernah dihukum sebelumnya serta adanya tanggungan keluarga menjadi hal yang meringankan. (J14,J17-80)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/07/17/267700
Lima Terdakwa Dituntut 2,5 Tahun Penjara
SUARA MERDEKA.com – Rabu, 16 Juli 2014
- Dugaan Korupsi Proyek Normalisasi Sungai Sendangsari Cilacap
SEMARANG, suaramerdeka.com – Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Cilacap menuntut lima terdakwa yang terkait kasus dugaan korupsi pada proyek normalisasi sungai Sendangsari Cilacap masing-masing dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. Selain itu para terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Kelima terdakwa itu adalah M Muslim (pejabat pelaksana teknis kegiatan-PPTK), Kusmiharto (pengawas lapangan), dan panitia pemeriksa pekerjaan yang terdiri atas Anwar Subianto, Bambang Siswanto (PNS Dinas Bina Marga dan ESDM), dan Aji Sambodo (PNS Dinas Cipta Karya).
“Memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini menjatuhkan hukuman kepada terdakwa 2 tahun 6 bulan serta denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan,” kata jaksa penuntut Jonathan Markus di hadapan majelis hakim yang diketui Jhon Halasan Butarbutar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/7).
Dalam kasus proyek normalisasi yang dibiayai dari APBD Cilacap Tahun 200 senilai Rp 1 miliar lebih ini telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 300 juta. Jaksa penuntut menilai para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar ketentuan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
( Modesta Fiska / CN38 / SMNetwork )
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/07/16/209766
Koordinator Pengawas Tak Kontrol Lapangan
SUARA MERDEKA – Rabu, 11 Juni 2014
- Korupsi Proyek Normalisasi Kali Sedangsari Cilacap
SEMARANG – Koordinator pengawas proyek normalisasi Kali Sendangsari Cilacap yang juga Kepala UPT Dinas Pekerjaan Umum Agus Susanto diperiksa sebagai saksi dalam persidangan lima terdakwa di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (9/6). Kelima terdakwa itu adalah M Muslim (pejabat pelaksana teknis kegiatan-PPTK), Kusmiharto (pengawas lapangan), dan panitia pemeriksa pekerjaan yang terdiri atas Anwar Subianto, Bambang Siswanto, dan Aji Sambodo. Saksi mengaku tidak mengontrol hasil pekerjaan yang sudah dilaksanakan. Ia hanya mengetahui bukti pengawasan berupa laporan harian. ‘’Kalau sudah ada (laporan) dari pengawas ya kami percaya saja.
Untuk monitoring tidak hafal, yang ke lapangan Aji Sambodo. Pernah datang sekali saja ke lapangan. Sendirian,’’ ujar saksi dalam sidang yang dipimpin Erentuah Damanik. Panggil Rekanan Hakim pun mencecar Agus, apakah benar datang mengecek ke lapangan atau tidak, mengingat saksi tidak tahu ada masyarakat yang protes karena tidak mendapat ganti rugi. ‘’Ada protes warga apa Saudara tahu. Mana tahu, nggak pernah datang ke lapangan sih.
Siapa yang lihat kamu datang, wong sendirian, ketemu siapa juga nggak jelas. Enak tenan pejabat ini ya,’’ imbuh Erentuah. Saksi mengaku baru mengetahui ada kekurangan volume dalam pengerjaan proyek itu setelah dipanggil penyidik kepolisian. Selaku kepala UPT sekaligus panitia peneliti pelaksanaan kontrak, saksi juga tidak pernah memeriksa proyek. Tapi ia membantah mendapatkan sesuatu dari rekanan. ‘’Jangan bohong ya, nanti kami panggil rekanan untuk bersaksi,’’imbuh hakim. Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim menanyakan keberadaan saksi Agus Susanto. Hakim mempertanyakan, mengapa kelima terdakwa bisa diajukan ke meja hijau, tetapi Agus sebagai koordinator pengawas malah melenggang bebas. Menurut dakwaan jaksa, akibat praktik korupsi pada proyek normalisasi yang dibiayai APBD tahun 2010 senilai Rp 1 miliar itu, negara dirugikan Rp 300 juta. (J14,J17-59)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/06/11/264041
Korupsi Proyek Normalisasi Sungai Cilacap: JPU Diminta Hadirkan Koordinator Pengawas
SUARA MERDEKA.com – Selasa, 03 Juni 2014
SEMARANG, suaramerdeka.com – Majelis hakim meminta jaksa penuntut untuk menghadirkan koordinator pengawas proyek normalisasi Sungai Sendangsari Cilacap dalam hal ini Kepala UPT Dinas Pekerjaan Umum Agus Susanto. Hal ini terungkap dalam persidangan lima terdakwa dalam tiga berkas yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (2/6). Ketua majelis Erentuah Damanik memerintah jaksa untuk menghadirkan yang bersangkutan ke persidangan.
“Bagaimana bisa lima orang ini jadi terdakwa tapi koordinatornya tidak, tolong ini ditindaklanjuti karena orang pasti akan menduga-duga. Apapun alasannya harus dihadirkan kalau perlu dipanggil paksa,” kata hakim ketua dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Sawinah selaku panitia pemeriksa pekerjaan dan Sugiyanto sebagai sekretaris.
Perkara ini menyidangkan lima terdakwa yakni M Muslim (pejabat pelaksana teknis kegiatan-PPTK), Kusmiharto (pengawas lapangan) dan panitia pemeriksa pekerjaan terdiri dari Anwar Subianto, Bambang Siswanto dan Aji Sambodo. Dari hasil pemeriksaan, diduga korupsi dilakukan bersama-sama dalam proyek normalisasi sungai Sendangsari Cilacap dari APBD tahun 2010 senilai Rp 1 miliar dengan kerugian negara sekitar Rp 300 juta.
Saksi Sawinah dalam keterangannya, mengaku tidak pernah ke lapangan untuk mengecek setiap tahapan dalam proyek tahun 2010 itu. Selaku panitia pemeriksa pekerjaan, saksi seharusnya tidak boleh menandatangani berkas acara namun tidak mengecek bagaimana penghitungan dan hasil apakah sudah sesuai dengan tahapannya.
“Saya memang tanda tangan tapi untuk pengecekan ke lapangan tidak turun langsung. Saya tidak tahu apa-apa,” papar saksi yang membantah menerima hadiah atau pemberian atas tindakannya itu.
Selain koordinator proyek, hakim juga meminta jaksa menghadirkan dari pihak penyedia jasa dalam hal ini PT Bhina Hasta Agung untuk didengar keterangannya. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (9/6) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi.
( Modesta Fiska / CN38 / SMNetwork )
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/06/03/204376
Polisi Berdalih Amankan Kampanye
SUARA MERDEKA – Rabu, 02 April 2014
- Temuan Bawaslu di Cilacap
SEMARANG – Dua anggota Polres Cilacap di tengah kampanye Partai Gerindra dan mengenakan atribut partai merupakan bagian dari tugas pengamanan.
Kampanye tersebut berlangsung di Lapangan Krida Nusantara, Kecamatan Cilacap Utara, Cilacap, 25 Maret lalu. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Alloysius Liliek Darmanto, mengatakan pengamanan dengan cara itu digunakan secara situasional, sehingga tidak selalu diterapkan.
“Tujuannya untuk pengamanan dan antisipasi saja. Dan terbukti kampanye berlangsung lancar dan tertib,” katanya kemarin. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah mendapati dua anggota polisi itu mengenakan kaos Partai Gerindra saat kampanye terbuka partai tersebut.
Pihak Bawaslu merujuk Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012, PNS dan TNI Polri dilarang terlibat kampanye aktif. Sementara terkait dengan adanya kasus pidana pemilu di sejumlah Polres, diserahkan ke masing-masing sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu) yang ada di Polres terkait.
Empat kasus pidana selama kampanye berada di Polres Jepara, Polres Demak, Polres Semarang, dan Polres Wonosobo. “Sudah ada mekanisme dan aturannya, yaitu masing-masing Polres akan melakukan penyelidikan di lokasi kejadian, kecuali jika ditarik oleh Polda. Tetapi sejauh ini langsung ditangani penyidik di Polres itu,” ungkapnya. (H74,K44-80)
Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/04/02/257394
MA Tolak Peninjauan Kembali Mantan Sekda Cilacap
SUARA MERDEKA.com – Selasa, 01 April 2014
JAKARTA, suaramerdeka.com – Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Cilacap Suprihono. Suprihono dan kawan-kawan harus menghuni penjara selama empat tahun karena merugikan negara senilai Rp 2 miliar.
“Menolak permohonan kasasi Drs Suprihono SH ST MM,” demikian lansir website MA, Senin (1/4).
Perkara yang mengantongi nomor 3 PK/Pid.Sus/2014 itu diketuk pada 19 Maret 2014 lalu. Pengadil dengan ketua Zaharuddin Utama, Suhadi dan Syamsul Rakan Chaniago.
Kasus bermula saat pemerintah akan mendirikan PLTU di Desa Bunton, Cilacap, pada 2006. Dalam perjalanannya, proyek ini penuh dengan permainan pembebasan lahan. Sekda Cilacap sebagai ketua panitia pengadaan tanah PLTU Bunton memanipulasi lahan warga menjadi tanah adat.
Suprihono menjalankan aksinya dibantu Sekdes Bunton Sudaryanto sehingga Suprihono mengantongi uang hingga ratusan juta rupiah. Atas persekongkolan jahat itu, jaksa menyidik berbagai pihak, termasuk Suprihono setelah PLTU itu diresmikan.
Di tingkat pertama, Pengadilan Negeri (PN) Cilacap menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara pada 22 April 2012. Vonis itu lalu dikuatkan ditingkat banding tiga bulan setelahnya. Hukuman Suprihono diperberat menjadi 4 tahun ditingkat kasasi pada 30 Desember 2011.
( Budi Yuwono / CN38 / SMNetwork )
Mantan Ketua Panwaslu Cilacap Jadi Tersangka
JURNAS.COM – Kamis, 02 Januari 2014
Jurnas.com | SETELAH sekian lama mengambang, Polres Cilacap Jawa Tengah akhirnya menetapkan mantan Ketua Panwaslukada Cilacap Sani Ariyanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Panwaslukada senilai Rp 3.064.828.980. Sebelumnya Polres juga telah menetapkan status tersangka kepada mantan Ketua Sekretariat Panwaslukada Cilacap Anang Sapto W.
Kapolres Cilacap AKBP Andry Triaspoetra menjelaskan, penetapan status tersangka bagi Sani karena pihak penyidik sudah mendapatkan bukti kuat keterlibatan Sani dalam kasus penyelewengan dana hibah tersebut. Apalagi dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), terdapat pengeluaran hingga ratusan juta rupiah yang tidak dapat Sani jelaskan serta buktikan penggunaannya.
“Mulai dari penggunaan anggaran senilai Rp 115.950.000 untuk biaya perjalanan dinas Panwaslu, pos pengeluaran untuk Ketua dan Sekretaris Panwas Cilacap sebesar Rp 64.336.500 yang sebagian mengalir ke wartawan dan lain-lain. Semuanya tidak dapat dijelaskan oleh tersangka,” kata Andry Triaspoetra, Kamis (02/01).
Meski sudah berstatus tersangka, Sani masih belum menjalani proses penahanan. Disinggung mengenai hal tersebut, Kapolres Cilacap mengaku masih menunggu waktu yang tepat. Tindakan penahanan akan diberikan pada Sani setelah upaya pendalaman terhadap kasus korupsi tersebut dirasa cukup.
Kuasa hukum Sani Ariyanto, Sugeng Anjili menyayangkan keputusan Polres Cilacap yang terburu-buru menetapkan status tersangka bagi kliennya. Padahal pihaknya memiliki sejumlah bukti kuat jika Sani Ariyanto tidak terlibat dalam penyelewengan dana hibah Panwaslukada Cilacap. Di antaranya yakni bukti penyetoran uang ke kas daerah seperti yang diminta BPK saat melakukan audit.
Lagi pula di dalam pemeriksaan awal, pertanyaan penyidik dari Polres Cilacap tidak pernah sampai pada materi pokok perkara serta tidak ada satu pun pertanyaan seputar kerugian negara. “Dengan adanya bukti dukung penggunaan anggaran yang sudah diserahkan serta penyetoran uang ke kas daerah, berarti tidak ada lagi kerugian negara dalam anggaran Panwaslukada Cilacap,” kata Sugeng Anjili.
Dana Hibah Diduga Mengalir ke DPRD Fakta baru kembali muncul dalam kasus dugaan korupsi ini setelah mantan Ketua Sekretariat Panwaslukada Cilacap Anang Sapto W menyerahkan barang bukti kepada polisi berupa kuitansi penyerahan uang senilai Rp.25 juta yang diperuntukkan bagi DPRD Cilacap. Kuitansi tersebut bahkan ditandatangani langsung oleh Sani Ariyanto.
“Pak Anang disuruh oleh Sani untuk mencairkan anggaran sebesar Rp.25 juta untuk DPRD dan langsung diserahkan ke Sani. Untuk aliran dananya, hanya Sani yang tahu. Apakah uang tersebut benar-benar diserahkan ke dewan atau malah dikantongi sendiri,” kata Kuasa Hukum Anang, Bambang Sri Wahono.
Menurutnya, dalam kuitansi yang ditandatangi pada Agustus 2012 tersebut tidak tertera nama anggota dewan yang menerima menyerahan uang. Yang tertulis hanya uang operasional anggota dewan. –
See more at: http://www.jurnas.com/news/118959/Mantan_Ketua_Panwaslu_Jadi_Tersangka_2014/1/Nusantara/Daerah#sthash.43L5rN0e.dpuf
Panwaslu Cilacap Diduga Memanipulasi Angka dan Kuitansi
PIKIRAN RAKYAT ONLINE – Kamis, 07 Nonember 2013
CILACAP, (PRLM).- Laporan keuangan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Cilacap Jawa Tengah diduga dilakukan dengan memanipulasi angka dan kuitansi palsu. Belanja sejumlah barang tersebut berasal dari dana hibah APBD untuk operasional Panwaslu selama penyelenggaran Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati 9 September 2012. Total dana hibah untuk Panwaslu Rp 3 miliar lebih.
Kapolres Cilacap AKBP Andry Triaspoetra SIK melalui Kasat Reskrim AKP Agus Puryadi SH SIK mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan barang bukti kuitansi, Panwaslu diduga telah menggunakan kuitansi palsu dan mark up nilai belanja barang dalam laporan keuangan pertanggungan jawab penggunaan dana hibah APBD.
“Kita sudah memeriksa sebanyak 15 saksi, di antaranya adalah pengusaha atau pemilik toko kamera, komputer, serta alat perkantoran,” jelasnya, Rabu (6/11/13).
Para saksi kata Kasat Reskrim, telah mengakui Panwaslu telah melakukan transaksi barang dengan para saksi. Akan tetapi angka dalam kuitansi telah dirubah lebih tinggi.
Ada juga saksi yang mengakui pembelian barang namun kuitansinya beda. Diduga dipalsukan dengan menggunakan kuitansi toko lain dengan nilai pembelian lebih tinggi.
Penelusuran dugaan korupsi dana hibah oleh pejabat pembuat komitmen, mendasarkan hasil laporan Pemeriksaan (LHP) Pemeriksaan Dengan Tujuan tertentu (PDTT) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam LHP juga menyebutkan Panwaslu telah membelanjakan dana hibah senilai Rp 178.2 juta konon digunakan untuk pembelian kamera digital senilai Rp 53.520.000, pengadaan banner, piagam dan badge senilai Rp 16.860.500.
Pengadaan personal computer, notebook dan LCD senilai Rp 15.575.000, pengadaan alat tulis kantor dan pengadaan dokumen Rp 52.108.300, pengadaan makan dan snack Rp 18.767.500. Selain itu ada pengadaan tas untuk bintek senilai Rp 5.340.000, pengadaan handycam senilai Rp 5 juta, dan pengadaan AC Split senilai Rp 11.114.000.
Namun angka tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya karena tidak ada bukti pertangungjawaban yang lengkap dan sah, seperti surat pemesanan, faktur barang, berita acara serah terima (BAST) barang, berita acara pemeriksaan barang, kartu garansi dan sebagainya.
Agus menambahkan, berdasarkan hasil penyelidikan, ada dugaan telah terjadi penyimpangan dana hibah yang merugikan keuangan negara antara Rp 300 hingga Rp400 juta.
Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamudji ketika dihubungi mengatakan, sudah memerintahkan Sekretaris Daerah untuk menindaklajuti perintah BPK.”Saya sudah perintahkan Sekda untuk mengkonfirmasikan temuan BPK tapi Sekda belum memberikan hasil laporannya,” kata Tatto.
Sementara Sekda Cilacap Sutarjo menambahkan, pihaknya sudah meminta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk meminta keterangan dan bukti penggunakan dana hibah.
“Kita juga masih menunggu hasil DPKKAD yang sedang meminta konfrimasi ke Panwaslu. Sehingga kita belum mengetahui adanya dugaan penyimpangan dana hibah oleh Panwaslu,” katanya. (A-99/a-88)***
Sumber : Pikiran Rakyat