KP2KKN JAWA TENGAH

DEMI ANAK CUCU BERANTAS KORUPSI SEKARANG JUGA

Dikecam Karena Gunakan APBD untuk Wartawan, Ini Reaksi Ganjar

VIVA NEWS – Kamis, 09 Oktober 2014

VIVAnews – Rencana Gubernur Jawa Tengah memberangkatkan lima jurnalis ke Jerman dengan menggunakan dana APBD Provinsi Jawa Tengah menuai kecaman dari Aliansi Junalis Independent (AJI) Semarang. AJI beranggapan, sikap pemprov yang akan memberangkatkan wartawan untuk mengikuti pelatihan jurnalistik menggunakan dana rakyat (APBD) telah bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

Terkait kecaman tersebut, Ganjar menyesalkan pernyataan AJI Semarang. Politisi PDI Perjuangan itu beranggapan rencana itu sebagai penghargaan bagi juara lomba penulisan yang sudah pernah digelar Pemprov Jateng.

“Saya mempunyai rewards (hadiah) untuk mereka yang memenangkan lomba karena mereka (wartawan) merupakan bagian dari proses percepatan, memotivasi dan perannya ikut membantu pembangunan Jawa Tengah,” kata Ganjar saat dikonfirmasi di Semarang, Kamis 9 Oktober 2014.

Pelatihan wartawan ke luar negeri itu, lanjut Ganjar, bermaksud agar wartawan yang mengikuti nantinya bisa bekerja lebih profesional. Pelatihan dan pendidikan tersebut rencananya dilakukan di kantor berita luar negeri.

“Saya ingin mengirimkan mereka belajar ke VOA, CNN, AFP, AP dan kantor berita lainnya di luar negeri untuk pembelajaran bagi mereka bagaimana menjadi wartawan yang baik dan profesional,” terang Ganjar.

Terpisah, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko mengatakan setiap kebijakan pasti ada pro dan kontra, termasuk pelatihan wartawan ke Jerman itu. Menurutnya rencana itu masih perlu dirembukkan lagi dengan berbagai pihak.

“Ini karena sistem kita sangat terbuka. Jadi sangat mungkin pro dan kontra. Tapi secara filosofinya ada rembuk,” jelasnya.

Kendati demikian, Heru mengaku belum mengetahui pasti teknis mengenai kebijakan memberangkatkan lima wartawan ke Jerman tersebut. Namun, jika itu terjadi, akan dikelola oleh Dinas Pendidikan.

“Saya belum paham teknisnya. Tapi pastinya kita dorong anak-anak yang pintar dan secara selektif kita bantu, ” tuturnya.

Dikecam karena gunakan APBD

Ketua AJI Kota Semarang, Rofiudin mengatakan, Pemprov bukanlah pihak yang wajib memberikan pelatihan wartawan. Apalagi menggunakan dana milik publik (APBD) untuk berangkat ke Jerman. Sehingga, pihak yang wajib memberikan pelatihan kepada wartawan adalah perusahaan media dan organisasi profesi jurnalis.

“Oleh karenanya, kalangan media juga harus selalu mencegah potensi terjadinya konflik kepentingan. Sebab, wartawan adalah profesi yang produknya terkait dengan kepentingan publik, ” kata dia kepada VIVAnews di Semarang.

Dikatakan, dalam pasal 6 Kode Etik Jurnalistik yang disahkan Dewan Pers menyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. “Sehingga segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi tetap dilarang,” kata dia.

AJI mendesak agar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko menggunakan alokasi APBD yang lebih pro kerakyatan serta menghemat anggaran-anggaran yang tidak pro publik. Hal ini sesuai dengan janji Ganjar-Heru dalam kampanye pemilihan gubernur Jawa Tengah tahun 2013 lalu.

“Dari pada memberangkatkan wartawan ke Jerman lebih baik anggarannya untuk menyelesaikan problem-problem kerakyatan di Jateng, seperti kemiskinan, kesehatan, pengangguran dan lain-lain,” ujar dia.

Masih menurut AJI, jika pemerintah ingin mendorong perbaikan dunia pers di Jateng, maka ada yang lebih penting dan mendesak untuk dilakukan adalah dengan memperthatikan kondisi ketenagakerjaan kalangan pers.

Saat ini, banyak wartawan yang masih menerima upah dibawah upah minimum kabupaten/kota (UMK), bahkan mereka tak mendapatkan hak tunjangan, jaminan kesehatan tenaga kerja, THR dan lain-lain.

“Jika kondisi tenaga kerja sektor media masih belum mengembirakan lalu dimana peran pemerintah untuk hadir menegakan aturan ketenagakerjaan,” tegas Rofiudin.

Senada dengan AJI, Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto mengatakan pelatihan yang hanya diikuti beberapa wartawan dianggap tidak efektif dan efisien. Karena jumlah wartawan yang sangat banyak.

“Ganjar harusnya hati-hati dengan anggaran. Jika memang ingin mengadakan pelatihan dengan ilmu dari luar negeri, lebih baik memanggil pematerinya ke Indonesia sehingga wartawan lain juga bisa mendapatkan pelatihan, ” ujar dia.

Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/546469-dikecam-karena-gunakan-apbd-untuk-wartawan–ini-reaksi-ganjar

10 Oktober 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, SEPUTAR JAWA TENGAH - PROV. JATENG | Tinggalkan komentar

Penjarakan Aktivis, Wali Kota Tegal Dikecam

KORAN TEMPO – Sabtu, 11 Oktober 2014

TEGAL – Jalur hukum yang ditempuh Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno untuk meredam kritik di media sosial menuai kecaman dari kalangan aktivis dan akademikus. “Jawablah kritik dengan kinerja yang baik, bukan dengan melapor ke polisi,” kata Direktur Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto, kemarin.

Kamis lalu, dua aktivis Kota Tegal, Agus Slamet dan Komar Raenudin, ditangkap Unit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Agus adalah Koordinator LSM Humanis. Sedangkan Komar merupakan Koordinator LSM Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (AMUK).

Menurut Eko, Siti mesti belajar kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. “Ganjar itu di-bully terus. Tapi dia paham, menjadi pemimpin tidak akan pernah lepas dari kritik,” ujarnya.

Keduanya diduga mencemarkan nama baik Siti di Facebook. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Ajun Komisaris Besar Liliek Darmanto, mengatakan Siti melapor ke Kepolisian Resor Tegal Kota pada 2 September. “Laporan itu dilimpahkan ke Polda karena masuk ranah Dit Reskrimsus,” kata Liliek saat dihubungi Tempo.

Namun Liliek belum tahu kalimat apa yang ditulis kedua aktivis itu sehingga diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Selain karena ada laporan, polisi berani menahan karena sudah ada bukti,” ujarnya.

Di Facebook, Agus pernah menulis status: “Saran go (untuk) wali kota boneka, sekiranya Anda gak mampu memimpin lebih baik mundur, lebih terhormat daripada di-lorod (diturunkan)”. Status yang disertai dengan foto Siti itu diunggah pada 1 September lalu, sehari sebelum Siti melapor ke Polres Tegal Kota.

Sejak dilantik pada 23 Maret lalu, Siti sering menuai kritik. Pertama, wali kota asal Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu dianggap sebagai turis karena menginap di hotel berbintang tiga selama rumah dinasnya direnovasi. Siti, yang sejak kecil mengenyam pendidikan di luar negeri, juga pernah dikritik karena dituding hendak mengubah tradisi penggunaan bahasa Jawa dialek Tegal dalam upacara hari jadi Kota Tegal menjadi bahasa Indonesia.

Saat dimintai konfirmasi, Siti mengaku tidak pernah melaporkan Agus dan Udin ke kepolisian. “Silakan ditanyakan ke Polres,” kata Siti melalui pesan Blackberry Messenger. DINDA LEO LISTY

Sumber : http://koran.tempo.co/konten/2014/10/11/354108/Penjarakan-Aktivis-Wali-Kota-Tegal-Dikecam

10 Oktober 2014 Posted by | ARTIKEL, KP2KKN DALAM BERITA, TEGAL | Tinggalkan komentar

Wali Kota Tegal Dikecam karena Penjarakan Aktivis  

TEMPO,CO – Jum’at, 10 Oktober 2014

TEMPO.CO, Tegal – Jalur hukum yang ditempuh Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno untuk meredam kritikan di media sosial menuai kecaman dari kalangan aktivis dan akademikus. “Jawablah kritikan dengan kinerja yang baik, bukan dengan melapor ke polisi,” kata Direktur Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah Eko Haryanto, Jumat, 10 Oktober 2014.

Pada Kamis lalu, dua aktivis Kota Tegal, Agus Slamet dan Komar Raenudin, ditangkap Unit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Agus Slamet adalah Koordinator LSM Humanis, sedangkan Komar alias Udin adalah Koordinator LSM Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK). (Baca juga: Wali Kota Tegal Dituding Boros Anggaran)

Keduanya diduga mencemarkan nama baik Siti di Facebook. Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Tengah Ajun Komisaris Besar Liliek Darmanto mengatakan Siti melapor ke Kepolisian Resor Tegal Kota pada 2 September. “Laporan itu dilimpahkan ke Polda karena masuk ranah Dit Reskrimsus,” kata Liliek saat dihubungi Tempo.

Namun, Liliek belum tahu kalimat apa yang ditulis kedua aktivis itu di Facebook sehingga diduga melanggar Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut Liliek, selain karena ada laporan, polisi berani menahan karena sudah ada bukti.

Hingga berita ini diturunkan, Siti belum bisa dimintai konfirmasi terkait kasus tersebut. Pesan pendek maupun pesan lewat BlackBerry tidak dijawab Siti.

DINDA LEO LISTY

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/10/10/058613330/Wali-Kota-Tegal-Dikecam-karena-Penjarakan-Aktivis

10 Oktober 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, TEGAL | Tinggalkan komentar

AJI Kritik Pemda Jateng Biayai Wartawan ke Jerman

TEMPO.CO – Rabu, 08 Oktober 2014

TEMPO.CO, Semarang – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang menentang rencana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberangkatkan sejumlah wartawan untuk pelatihan jurnalistik ke Jerman yang dibiayai APBD. Alasannya, Pemerintah Provinsi tak wajib mendidik wartawan. Sebaliknya perusahaan media dan organisasi profesi wartawan lah yang wajib mendidik wartawan. “Kalangan media juga harus selalu mencegah potensi terjadinya konflik kepentingan,” kata ketua AJI Semarang, Rofiudin, Rabu 8 Oktober, 2014.

Menurut Rofiudin, pemberangakatan jurnalis yang biasa meliput di gubernuran akan menggangu profesi yang produknya terkait dengan kepentingan publik. “Pemberangkatan dengan alasan pelatihan jurnalis ke Jerman bagian dari suap dalam bentuk pemberian fasilitas yang mempengaruhi independensi,” kata Rofiudin menegaskan.

Ia menilai rencana pengiriman jurnalis oleh pemerintah provinsi Jateng itu mencerminkan sikap pemerintah yang tak mau menegakkan etika jurnalistik. “Kebijakan itu tak sesuai dengan komitmen pemerintahan Gubernur Ganjar Pranowo yang sebelumnya menghapus anggaran bantuan untuk wartawan dan mengalihkan alokasi APBD yang lebih pro kerakyatan,” ujar Rofiudin.

Dengan begitu AJI mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko menggunakan alokasi APBD yang lebih pro kerakyatan serta menghemat anggaran yang tidak pro public, termasuk rencana mengirim jurnalis untuk belajar ke Jerman.

Ia menyarankan jika pemerintah Jateng ingin mendorong perbaikan dunia pers dengan menyadari kondisi ketenagakerjaan dalam industri pers yang masih menerima upah dibawah upah minimum kabupaten dan kota. “Lebih baik keluarkan kebijakan upah sektoral jurnalis atau menindak pemilik media yang masih membayar jurnalisnya dengan upah tak manusiawi,” katanya.

Persoalan pengupahan jurnalis yang tak sesuai dengan UMK itu dinilai menjadi tangung jawab pemerintah daerah di sektor perburuhan, minimnya upah yang diterima jurnalis itu akan berpengaruh suap dan budaya menerima amplop wartawan, sehingga mempengaruhi independensi dalam membuat menyajkan informasi ke publik.(Baca: AJI Bandung Imbau Tidak Suap Wartawan)

Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto juga menyayangkan rencana pengiriman wartawan ke Jerman dengan alasan untuk pelatihan itu. “Tak ada relevansinya dengan kepentingan rakyat. Saya justru khawatir memberangkatkan wartawan ke Jerman akan membungkamkan Jurnalis untuk kritis,” kata Eko Haryanto.

Ia mencurigai upaya pemerintah Jateng hanya mengajak wartawan tertentu ke Jerman yang pro kebijakan pemerintah atau untuk membungkam jurnalis kritis. Selain itu Eko menuding alokasi anggaran untuk wartawan ke Jerman rawan disalahgunakan. “Dana belanja daerah untuk organisasi wartawan selama ini tak digunakan sesuai kebutuhan dan cenederung dihamburkan,” katanya. Dia menyarankan:
“Sebaiknya pangil saja pemateri dari asing agar melatih jurnalis di dalam negeri.”

EDI FAISOL

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/10/08/058612835/AJI-Kritik-Pemda-Jateng-Biayai-Wartawan-ke-Jerman

10 Oktober 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, SEPUTAR JAWA TENGAH - PROV. JATENG | Tinggalkan komentar

KP2KKN Sayangkan Penangkapan Dua Aktivis LSM di Tegal

TRIBUN JATENG.COM – Jum’at, 10 Oktober 2014

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto,  prihatin terhadap penangkapan dua aktivis  LSM  di Tegal, kemarin.
Menurutnya, penangkapan ini sebagai bentuk upaya pemimpin daerah setempat untuk membungkam kritik.
“Pemimpin itu harus siap dikritik, tidak boleh cepat panas telinganya,” ujar Eko, Jumat (10/10).
Dia menilai, model kepemimpinan Masitha yang anti kritik ini seperti model pemerintahan era Orde Baru. Disampaikan, seharusnya pimpinan daerah tersebut menjawab kritik melalui kinerja yang baik, dan program pro-rakyat.
“Kritik-kritik sepedas apa pun, harusnya dijawab dengan kinerja yang baik, bukan dengan cara seperti ini,” ucapnya.
Lebih lanjut disampaikannya, terlebih yang digunakan untuk menjerat dua aktivis itu adalah UU ITE. Menurutnya, banyak pasal jebakan dalam undang-undang tersebut.
“KP2KKN dan teman-teman yang lain siap mem-back up. Asal, yang mereka kritik adalah benar-benar terkait kinerja,” ujarnya.
Di samping itu, Eko pun sangat menyayangkan langkah kepolisian yang menahan mereka. Menurutnya, polisi tebang pilih dalam penegakan hukum. “Untuk kasus-kasus korupsi yang menonjol saja, polisi terkesan takut-takut, lha ini kasus yang jeratannya pasal karet langsung sigap,” keluh Eko. (*)

Sumber : http://jateng.tribunnews.com/2014/10/10/kp2kkn-sayangkan-penangkapan-dua-aktivis-lsm-di-tegal

10 Oktober 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, TEGAL | Tinggalkan komentar

Diduga Korupsi, Bupati Maybrat Ditahan

SUARA PEMBAHARUAN – Selasa, 06 Mei 2014

[JAYAPURA] Bupati Maybrat, Papua Barat, Bernard Sagrim, yang menjadi tersangka kasus korupsi dana hibah yang merugikan negara sekitar Rp 3 miliar, ditahan di markas Polda Papua, Senin (5/5).

“Benar, oknum bersangkutan sudah kami tahan,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes  Sulistyo Pudjo, kepada SP, Selasa (6/5) pagi. Dalam pemeriksaan, Bupati Maybrat diduga tak dapat mempertanggungjawabkan dana hibah senilai Rp 3 miliar, dari total dana hibah untuk Maybat tahun 2009  sebesar Rp 15 miliar.

Dana tersebut,  digunakan untuk persiapan infrastruktur Maybrat, kelengkapan kelembagaan pemerintahan, pelantikan DPRD serta kesiapan pilkada.  “Namun dalam pelaksanaannya, dana senilai Rp 3 miliar, tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Sulistyo.

Atas kasus ini, polisi telah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 1.000 lebih bukti kuitansi dan memeriksa lebih dari 30 saksi. Bernard  Sagrim menjalani pemeriksaaan sejak November 2012.

Dalam kasus ini, polisi lebih dulu menetapkan staf protokol  Pemkab Maybrat, ZS, sebagai tersangka.  [154]

Sumber : http://sp.beritasatu.com/nasional/diduga-korupsi-bupati-maybrat-ditahan/54671

3 Oktober 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Kasus Penyimpangan Bansos Tebu Blora 2012: Kejari Bidik Tersangka Baru

PATI EKSPRES.COM – Minggu, 28 September 2014

BLORA – Setelah dilakukan penahanan terhadap Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) Blora Sunoto, sebagai tersangka kasus penyimpangan dana bantuan sosial perluasan lahan tebu tahun 2012, kini pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora tengah membidik pelaku lainnya. Sebab Kejari menduga, Sunoto tidak bermain sendiri dalam upaya mengemplang dana bansos tersebut.

Kepala Kejari Blora Mochamad Djumali kepada JATENG POS, Sabtu (27/9) kemarin mengatakan, kasus yang merugikan negara mencapai Rp 360 juta itu masih dalam tahap pengembangan. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika nantinya akan muncul tersangka baru. ”Bisa berkembang nanti kasusnya, tunggu saja keterangan dari tersangka,” kata Kajari Mochamad Djumali, kemarin.

Djumali menambahkan, meski kasus tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Kota Semarang, namun tidak menutup kemungkinan kasus tersebut merembet kepada tersangka dan pos lainnya. Karena, dana dalam kasus tersebut cukup banyak yang dialirkan ke Kabupaten Blora pada 2012 lalu itu.

Pihaknya juga tetap meneruskan kasus tersebut hingga keputusan final dari pengadilan. Walaupun tersangka mengembalikan dana yang diduga telah dikorupsi. ”Yang dikembalikan nilainya lebih dari Rp 300 juta sesuai dengan jumlah kerugian negara. Hanya, yang patut dipertanyakan dan digali adalah dana itu dibagikan pada siapa saja. Karena, saya tidak yakin kalau uang itu dinikmati Sunoto sendiri,” tegas jaksa asal Surabaya itu.

Dalam kasus tersebut, Sunoto diketahui memiliki kelompok tani fiktif. Hanya saja, sampai saat ini, kata Djumali, Sunoto belum menjelaskan siapa saja anggotanya. Ada informasi, jika kelompok tani tersebut beranggotakan sejumlah politisi Blora dan pengurus APTRI Blora.

”Saat mengembalikan uangnya, anggota APTRI juga urunan. Karena itu, dari sana kasus bisa ditelurusi. Saya sempat dihubungi pengurus APTRI yang kebetulan jadi anggota dewan, yang intinya memberitahu kalau uangnya sudah dikembalikan. Sehingga, minta Sunoto dibantu,” beber Djumali.

Sementara itu, Sekretaris APTRI Blora Anton Sudibyo belum bisa dikonfirmasi mengenai kasus dana tebu 2012 dengan tersangka Sunoto. Padahal, Anton paling vokal mengenai persoalan terkait APTRI.

Diketahui, penyidik Polres Blora menahan Sunoto terkait dugaan penyelewengan dana tebu 2012. Sunoto ditahan, karena membentuk kelompok tani fiktif untuk menerima dana tebu tersebut sekitar 20 hektare lahan. Dinyatakan, sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng ada kerugian negara sebesar Rp 360,3 juta. (feb)

Sumber : http://www.patiekspres.co/2014/09/kejari-bidik-tersangka-baru/

3 Oktober 2014 Posted by | BLORA | Tinggalkan komentar

Pelantikan 50 Anggota DPRD Kota Semarang Diwarnai Aksi Unjuk Rasa

KABAR JATENG.COM – Kamis, 14 Agustus 2014

Puluhan massa Serikat Rakyat Berjuang berunjuk rasa saat pelantikan Anggota DPRD kota Semarang periode 2014-2019 Kamis (14/8/14). Masa terdiri dari berbagai lembaga, yakni, KAMMI, HMI, PMII, LMND, PRD, Pattiro, KP2KKN Jawa Tengah, dan LRC KJHAM. Mereka menuntut agar anggota DPRD yang baru terpilih berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi dan anggota DPRD juga harus menampung aspirasi rakyat dalam memperjuangkan APBD tingkat II yang pro terhadap rakyat miskin, selain menunjukan transparasi dan akuntabilitas kinerja kedewanan dengan mempublish absensi dan kegiatan dewan.

Menurut koordinator aksi, John Arie Nugroho, proses pemilu legislatif 2014 banyak terindikasi praktek money politic. Itu menimbulkan kegelisahan bahwa 50 anggota legislatif yang baru terpilih kinerjanya akan lebih buruk daripada DPRD periode sebelumnya.

“Kota Semarang memiliki pengalaman buruk terkait dengan kinerja wakil rakyat, sebagai contoh peristiwa tangkap tangan kasus suap antara Sekda dengan anggota DPRD di tahun 2014. Kasus itu akhirnya menyeret Walikota Semarang yang masuk dalam tahanan,” tandasnya.

Massa juga membawa simbol berbentuk Tugu Muda Semarang yang diserahkan kepada perwakilan DPRD Kota Semarang, wakil Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi yang terpilih kembali menjabat anggota DPRD menerima tanda simbolis tersebut, dan sekaligus menyampaikan janji kinerja dewan akan lebih baik dengan merubah pola buruk yang dianggap masyarakat, baik perilaku, sikap dan aspirasi pro rakyat.

“Kami berjani akan sebaik-baiknya menerima amanat rakyat sebagai reseprentasi wakil rakyat. Bila ada kekeliruan kami siap menerima peringatan dalam bentuk apapun. Pintu kami terbuka, dimana pun, kapan pun dan di warung kopi pun,” terangnya. @git
Berikut ke 50 Anggota DPRD kota Semarang Periode 2014-2019
Dapil I, 7 kursi
PKS:  Ir Johan Rifai
PDIP: Joko Susilo, HM Rukiyanto
Golkar: Erry Sadewo
Gerindra: Dr Wilujeng Riningrum
Demokrat: Lazer Narendra
Pan: Sovan Haslim Pradana

Dapil II, 9 Kursi
Nasdem: H Windu Basuki
PKB: Syahrul Qirom
PKS: H Ari Purbowo
PDIP: Trifena Weyaten, Supriyadi, Dwi Wahyu Diyanto
Golkar: Nabila
Gerindra: Joko Santoso
Demokrat: Swasti Aswaganti

Dapil III, 11 kursi
PKB : Sodri
PKS: Imam Mardjuki
PDIP: Hanik Khoiru Solikah, Dyah Ratna Harimurti, Meidiana Koswara
Golkar: Wisnu Pudjonggo
Gerindra: Nunung Sriyanto, Muhammad Chafid
Demokrat: Sugi Haryanto
PAN: Adiarto Suryo Kusumo
PPP: Hasan Basri

Dapil IV, 7 kursi
PKB: H M Rohaini
PKS: Agung Budi Margono
PDIP: Dibyo Sutiman, Fajar Rinawan Sitorus
Golkar: Agung Priyambodo
Gerindra: Suharto Masri
Demokrat: Danur Rispriyanto

Dapil V, 9 Kursi
PKB: Unna Aliana
PKS: Agus Riyanto Slamet
PDIP: Nungki Sundari, Vdjoko Riyanto, Sugihartini
Golkar: Anang Budi Utomo
Gerindra: Hermawan Sulis Susnarko
Demokrat: Suciati
PAN: Umi Surotud Diniyah

Dapil VI, 7 kursi
PKS: Suharsono
PDIP: Kadarlusman, R.Yuwanto
Gerindra: Mualim
Demokrat: Wiwin Subiyono
PAN: Wachid Nurmiyanto
PPP: Syafi’i

Sumber : http://www.kabarjateng.com/2014/08/pelantikan-50-anggota-dprd-kota.html

3 Oktober 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, SEMARANG | Tinggalkan komentar

Eks Kepala Bappeda Asahan Mempertemukan Kadis Kesehatan dan Direktur PT Borimex terkait Pengadaan Alkes Senilai 6,9 M

SAHDAR MEDAN – Selasa, 30 September 2014

PENDIDIKANANTIKORUPSI.ORG. ALKES ASAHAN. Kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Kabupaten Asahan dengan nilai kerugian sebesar Rp. 6,9 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (30/9). Agenda sidang kali ini mendengar keterangan 6 (enam) orang saksi, yakni Drs. Mahendra, M.M (eks Kepala Bappeda Asahan), Binsar Simanjuntak (Notaris), Ahmad Irwan Rasidi, Abdul Halim, Ari Sumarto (Direktur PT Borimex) dan Adiyaksa.

Berdasarkan keterangan Mahendra dan Ari Sumarto, terungkap bahwa sebelum diadakannya proses pengajuan perencanaan pengadaan alat kesehatan yang bersumber dari PAPBN tahun anggaran 2012, ternyata telah dilangsungkan pertemuan antara Kadis Kesehatan Kab Asahan dan Direktur PT BORIMEX.

Mahendara yang kini menjabat sebagai Asisten II di Pemerintahan Kabupaten Asahan, mengaku, dialah yang mempertemukan keduanya di Jakarta. Tetapi dia berdalih, pembicaraan itu hanya sekedar memberikan masukan rencana pengadaan alat kesehatan di Asahan. Hal ini diakui pula oleh terdakwa Dr. Herwanto Anehnya, pertemuan dengan PT Borimex ini berulang kali dilakukan, layaknya sebagai konsultan.

Saat penuntut umum menanyakan apakah PT Borimex ditawarkan mengerjakan proyek, Ari Sumarto mengatakan, “memang tidak diminta, Pak. Tapi sebagai pihak swasta, saya melihat ini sebagai peluang, yang harus diambil dan tidak boleh disia-siakan”.

Berdasarkan pengakuan Ahmad Irwan Rasidi selaku karyawan PT. Borimex, terungkap pula bahwa sebelum proses lelang berlangsung, penyusunan HPS (harga perkiraan sendiri), spesifikasi dan jenis barang, serta merk yang seharusnya disusun oleh panitia lelang, ternyata disusun oleh PT. Borimex.

Ada Grand Desaign Dalam Pengadaan Alkes

Dalam pengadaan proyek tersebut, Kadis Kesehatan meminta supaya peserta lelang tidak boleh dari luar daerah Sumatera Utara. Berdasakan arahan Kadis Kesehatan, dimenangkanlah PT. Cahaya Anak Bangsa. Namun, berdasarkan keterangan saksi-saksi, meskipun PT. Cahaya Anak Bangsa lolos sebagai pemenang terder, tetapi proyek dikerjakan oleh PT. Borimex. Dari pemesanan (order) barang yang ada dalam spek kepada 15 perusahan distributor, semuanya dilakukan oleh PT. Borimex. Perusahan PT. Cahaya Anak Bangsa hanya dipergunakan atasnama saja, karena PT ini tidak memiliki kompetensi dan pengalaman mengadakan alat-alat kesehatan. Dari PT. Borimex, PT Cahaya Anak Bangsa mendapat uang sebesar Rp. 120 juta.

Saat PT. Cahaya Anak Bangsa menyetujui kesepakatan dengan PT. Borimex, pihak Borimex melobi Adiyaksa agar mencari orang yang dapat dipercaya di Medan untuk menjadi kuasa Direktur PT. Cahaya Anak Bangsa guna melakukan pengurusan ataupun transaksi dengan Pemkab Asahan berkaitan dengan proyek ini. Berdasarkan keterangan Adiyaksa, dipilihlah Nasrun Ahdar. Selanjutnya pihak PT. Borimex (Ahmad Irwan Rasidi), Direktur PT. Cahaya Anak Bangsa dan Nasrun pergi ke Notaris Binsar Simanjuntak untuk membuat dan menandatangan surat kuasa direktur dari PT. Cahaya Anak Bangsa kepada Nasrun.

Berdasarkan keterangan Ahmad Irwan Rasidi, dalam pengerjaan proyek tersebut, Nasrun tidak terlibat. Semua mengerjakan adalah Ahmad Irwan Rasidi dan Abdul Halim, yang keduanya adalah karyawan dari PT. Borimex. “Yang memesan barang dari distributor, mengirim ke Asahan, membuat spek, membuat HPS, itu saya. Berdasarkan perintah atasan saya,” aku Ahmad Irwan Rasidi di persidangan.

Ahmad Rasidi juga menambahkan, dari nilai proyek sebesar Rp. 6,9 milyar ini, total belanja barang yang dilakukan oleh perusahannya hanya senilai Rp. 3,5 milyar. Sehingga terdapat sisa senilai Rp. 3,4 miliar. Saat penasehat hukum terdakwa bertanya kemana sisa uang tersebut? Ahmad Rasidi hanya bisa terdiam dan tidak bisa menjelaskan.

Di samping itu, dalam pengerjaannya hingga batas akhir pengerjaan sebagaimana diatur dalam kontrak (25 Desember 2012), PT. Cahaya Anak Bangsa yang ditumpangi oleh PT. Borimex hanya mampu menyelesaikan pekerjaan sekira 20%. Tetapi dalam berita acara penerimaan hasil pekerjaan oleh panitia dibuat 100%, sehingga dilakukan pembayaran pekerjaan sebesar Rp. 6,9 miliar kepada Nasrun. Sedangkan sisanya sekira 80% diselesaikan pada awal Februari 2013. Menurut keterangan para saksi-saksi, pembayaran 100% yang telah dibayarkan kepada Nasrun ternyata setelah dia terima, langsung diserahkan kepada Direktur PT. Borimex. (MR)

Sumber : http://pendidikanantikorupsi.org/eks-kepala-bappeda-asahan-mempertemukan-kadis-kesehatan-dan-direktur-pt-borimex-terkait-pengadaan-alkes-senilai-69-m/

3 Oktober 2014 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL, JEJARING KP2KKN | Tinggalkan komentar

Mafia Peradilan : Budaya Atau Dosa ?

Oleh : Beni Prawira Candra Jaya

Indonesia merupakan Negara hukum dimana semua kegiatan penyelenggaraan Negara didasarkan atas asas yuridis . Hal ini sesuai dengan 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Berdasarkan isi pasal tersebut, maka jelaslah bahwa semua kegiatan penyelenggaraan Negara tidak akan terlepas dari peraturan perundang-undangan termasuk dalam kegiatan penyelenggaraan peradilan.

Peradilan sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu mengenai perkara pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.

Dalam perkembangannya, hukum tidak lagi menjadi dasar dalam mengakkan keadilan dan ketertiban umum, hal ini terbukti dari banyaknya kasus yang dijadikan sebagai “proyek” oleh penegak hukum itu sendiri. penegak hukum yang melakukan kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai mafia peradilan.

Mafia peradilan sendiri dapat diartikan sebagai “Perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu ( aparat penegak hukum dan pencari keadilan ) untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan wewenang, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses penegakan hukum sehingga menyebabkan rusaknya sistem hukum dan tidak terpenuhinya rasa keadilan “(Definisi KP2KKN, 2006 , dalam pelatihan Anti Mafia Peradilan).

Selain itu, Penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2002 juga menyebutkan bahwa mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA) melibatkan para pegawai, pejabat, panitera, dan para hakim. Praktik mafia itu dilakukan dengan cara; pemerasan, penyuapan, pengaturan majelis hakim favourable, calo perkara, pengaburan perkara, pemalsuan vonis, pemberian ’surat sakti’, atau vonis yang tidak bisa dieksekusi.

Kemudian Ketua Komisi Yudisial (KY), M Busyro Muqoddas, mengatakan, cengkeraman mafia peradilan di Indonesia sudah sangat kuat. Bahkan, indikasinya kekuatan mafia itu sudah memasuki semua elemen penegakan hukum.

”Bila dilihat dari sejarahnya, mafia peradilan itu mulai menggeliat semenjak munculnya Orde Baru. Saat itu, lembaga hukum berada di dalam hegemoni kekuasaan. Sementara di sisi lain, kekuatan masyarakat sipil tak berdaya sama sekali.

Ironis, realita yang terjadi dalam paraktek peradilan seakan telah membudaya akibat terlalu banyaknya oknum – oknum penegak hukum yang mencari keuntungan didalam setiap permasalahan hukum yang terjadi.

Realita tersebut membuat kepercayaan masyarakat terhadap para penegak hukum menjadi luntur. Fakta – fakta tersebut mengakibatkan hilangnya harapan masyarakat akan adanya kepastian hukum dalam setiap permasalahan hukum.

Namun bukan berarti kondisi ini sebagai suatu indikasi kehancuran supremasi hukum. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Mulailah menjadi hakim, jaksa, dan pengacara bagi diri sendiri, mulailah dengan melakukan tindakan Self Concept yaitu mengatur diri sendiri dengan memberikan keyakinan bahwa setiap tindakan melawan hukum adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Setelah kita terbiasa dengan melakukan Self Concept, dengan sendirinya kita akan mampu melakukan Self Control sehingga kita mampu mengontrol diri sendiri untuk terus melakukan tindakan yang dibenarkan menurut hukum. Tindakan – tindakan tersebut jika dilakukan secara terus menerus, akan memungkinkan timbulnya efek Social Control dimana masyarakat yang tinggal dan hidup disekitar kita akan mengikuti dan terus menyebar ke masyarakat yang lain.

Sumber : http://www.hukumpedia.com/beniprawira/mafia-peradilan-budaya-atau-dosa

3 Oktober 2014 Posted by | ARTIKEL | Tinggalkan komentar