KP2KKN JAWA TENGAH

DEMI ANAK CUCU BERANTAS KORUPSI SEKARANG JUGA

OC Kaligis Minta Kasus Rina Dihentikan

SUARA MERDEKA.COM – Selasa, 29 Juli 2014

SEMARANG, suaramerdeka.com – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng Babul Khoir menegaskan, kasus dugaan korupsi dana Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk subsidi perumahan kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera tahun 2007-2008 yang menjerat mantan Bupati Karanganyar dua periode Rina Iriani Sri Ratnaningsih tergolong lama. Penanganan kasus ini diakuinya lambat karena pengacara kondang OC Kaligis yang mendampingi Rina membuat berbagai upaya lewat surat, termasuk meminta kasusnya dihentikan.

Bahkan, perkaranya ini belum tuntas meski Kejati berganti empat pemimpinnya mulai Widyopramono, Bambang Waluyo, Arnold BM Angkow, hingga dirinya. Hingga kini, proses hukumnya terus berjalan dan tahapannya masih penyusunan rencana dakwaan (rendak). “Memang agak lambat, perkaranya ini estafet dan tidak usah buru-buru. Pengacara OC Kaligis macam-macam suratnya, suruh hentikan juga. Zamannya saya kan sudah bagus itu,” tandas Babul Khoir, Selasa (29/7).

Pihaknya menyatakan, tersangka Rina memang tidak ditahan. Sebab, Kejati harus berhati-hati dalam menangani perkara yang menyita perhatian banyak pihak tersebut. “Kasus masih tahap rendak, rencananya itu akan dikirimkan ke Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, red) di Jakarta untuk dikonsultasikan,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mensupervisi penanganan korupsi yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 18,4 miliar.

Terpisah, Wakil Kejati Jateng Ali Mukartono mengemukakan, kasus yang menjerat mantan Bupati Karanganyar itu tidak hanya korupsi, tetapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Berkas penyidikannya dobel, yakni Tipikor dan TPPU. Meski demikian, dalam dakwaan nantinya akan dijadikan satu,” jelasnya.

( Royce Wijaya / CN38 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | KARANGANYAR | Tinggalkan komentar

Kejari Klaten Fokus pada Tiga Kasus Korupsi

SUARA MERDEKA.COM – Selasa, 12 Agustus 2014

KLATEN, suaramerdeka.com – Ada tiga kasus korupsi yang sedang dalam penanganan aparat Kejaksaan Negeri Klaten, saat ini. Dua di antaranya adalah kasuspenyelewengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yakni yang terjadi di Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Bayat dan UPK Cawas.

Untuk kasus di Bayat, Kejari sudah mengantongi nama tersangka yakni Ketua UPK non aktif Helmi Aryatun, dengan kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar. Sedangkan kasus di Cawas, dana yang diselewengkan diduga mencapai Rp 450 juta. Keduanya merupakan dana bergulir masyarakat.

”Dalam kasus PNPM Bayat kami masih memeriksa para saksi, kasus tersebut terbentur hilangnya data selama beberapa tahun. Katanya, hilang saat terjadi gempa 2006 lalu. Tapi kami masih meneruskan kasus ini,” tegas Kepala Kejaksaan Negeri Klaten, Sugianto kepada wartawan, Selasa (12/8).

Kejaksanaan sudah memanggil sejumlah saksi yang menguatkan dugaan penyelewengan, namun mereka harus menghitung kerugian negara yang diderita akibat kasus tersebut. Sedangkan kasus yang terjadi di Cawas masih dalam tahap penyelidikan, aparat masih mengumpulkan keterangan saksi dan bukti.

Dalam pengumpulan data diketahui, bahwa dana Rp 450 juta tersebut diambilkan dari dana bergulir UPK. Dalam rencana kegiatan disebutkan, bahwa dana akan digunakan untuk membeli tanah. Namun setelah ditelusuri ternyata tanahnya tidak ditemukan, akhirnya  kasus itu dimejahijaukan.

”Kasus di Cawas terkait dengan pengadaan tanah untuk bangunan kantor UPK. Setelah tahun anggaran selesai, dana sudah dikeluarkan namun tanah yang dimaksud ternyata belum dibeli, sehingga kasus ini dilaporkan masyarakat kepada kami,” kata ujar Kasi Intel Kejari Klaten Surono.

Belakangan, dana untuk pembelian tanah digunakan secara pribadi oleh salah satu pengurus non aktif berinisial AG. Kejaksanaan sudah meminta keterangan dari 7 orangs aksi, seperti Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD), UPK dan Camat Cawas. Bila sudah ada bukti kuat, kasus akan ditingkatkan ke penyidikan.

Kajari Sugianto menambahkan, satu kasus korupsi lain yang masih dalam tahap penyelidikan. Saat ini, aparat masih mengumpulkan keterangan saksi dan mencari bukti agar kasus yang merugikan masyarakat itu cepat terungkap.

Dia minta dukungan masyarakat Klaten, karena masyarakat sangat berperan mempercepat pengungkapan kasus korupsi.

( Merawati Sunantri / CN19 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | KLATEN | Tinggalkan komentar

Kejati DIY Sita Aset Tersangka Korupsi UGM

SUARA MERDEKA.COM – Senin, 11 Agustus 2014

YOGYAKARTA, suaramerdeka.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY bergerak cepat merampungkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan aset milik Universitas Gadjah Mada (UGM).

Setelah memeriksa empat tersangka, penyidik melakukan penyitaan aset milik Triyanto. Aset yang disita berupa dua bidang tanah di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Luas lahan itu masing-masing 3.188 dan 5.926 meter persegi.

Dari hasil penelusuran penyidik, tanah tersebut dibeli menggunakan uang yang berasal dari penjualan aset UGM berupa tanah di Dusun Plumbon, Desa Banguntapan, Bantul seluas 4.000 meter persegi.

“Sertifikat dua bidang tanah yang kami sita itu atas nama salah satu tersangka berinisial T,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati DIY Azwar kepada wartawan, Senin (11/8).

Meski telah mengantongi barang bukti tersebut, penyidik belum menyimpulkan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara ini.

Pasalnya, alat bukti yang dimiliki masih belum cukup untuk menjerat tersangka dengan ketentuan TPPU.

“Kami masih melakukan evaluasi. Tim akan mendalami dulu proses jual beli tanah tersebut, dan alasan pencatatan sertifikat atas nama pribadi tersangka,” kata Azwar.

Penyidik juga masih mengumpulkan alat bukti lain diantaranya bangunan, tanah, dan uang yang terkait kasus ini. Sebelumnya, kejaksaan telah menyita beberapa dokumen dan uang tunai senilai Rp 1,8 miliar dari rekening Yayasan Fapertagama, serta tanah di Plumbon yang kini telah menjadi kompleks perumahan.

Ketika dikonfirmasi, pengacara tersangka, Heru Lestarianto membantah adanya unsur kesengajaan dalam pengalihan nama pribadi sertifikat tanah tersebut.

“Itu hanya pinjam nama karena waktu itu yayasan bingung mau pakai nama siapa. Sampai sekarang sertifikatnya juga masih disimpan yayasan,” ujarnya. Menurut Heru, alih nama pribadi dilakukan atas dasar persetujuan pengurus dan anggota.

( Amelia Hapsari / CN33 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | JOGJA RAYA | Tinggalkan komentar

Rina Optimis Bisa Batalkan Dakwaan

SUARA MERDEKA.COM – Minggu, 10 Agustus 2014

SEMARANG, suaramerdeka.com – Kuasa hukum terdakwa Rina Iriani Sri Ratnaningsih, M Taufik meminta jaksa dan hakim bertindak obyektif saat mengawal sidang di Pengadilan Tipikor Semarang. Dia optimis mampu membatalkan dakwaan jaksa dalam persidangan.

“Selama ini saya anggap syarat bukti sesuai yang ketentuan 124 KUHP seperti keterangan saksi dan keterangan ahli masih kurang. Jaksa juga tidak bisa buktikan tanda tangan dan surat-surat yang kami sangkal,” tandasnya, Minggu (10/8).

Menurut dia, bukti yang dijadikan dasar kejaksaan dalam perkara Rina itu tidak asli. Salah satunya ialah surat ke Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), terutama surat kliennya bernomor 158 tentang permohonan ke Kemenpera untuk GLA. Ia pun telah melaporkannya ke Polda Jateng.

Hingga kini, ia sudah diberikan salinan terkait Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dalam pelaporan tersebut. Dikeluarkannya SP2HP itu menyimpulkan tidak didapatinya surat yang asli.

Adapun, saksi yang diperiksa ada sejumlah 23 orang terkait proyek perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Kabupaten Karanganyar. Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jateng Eko Suwarni menyatakan, jaksa mendakwa Rina dengan pasal komulatif yaitu pasal 2 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan subsidair pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.

“Lebih subsidair pasal 11 dan lebih-lebih subsidair pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya, terdakwa juga didakwa melakukan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang, red) sebagaimana pasal 3 Undang-Undang Nomor 8/2010,” tandasnya.

( Royce Wijaya / CN38 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | KARANGANYAR | Tinggalkan komentar

Penuntasan Dana Bencana Terkendala Audit

SUARA MERDEKA.COM – Minggu, 10 Agustus 2014

KUDUS, suaramerdeka.com – Penuntasan kasus dugaan penyelewengan dana bencana tahun 2012 hingga saat sekarang masih berjalan di tempat. Meskipun sudah menetapkan tiga tersangka, aparat kejaksaan belum juga melangkah lebih lanjut untuk menyelesaikan masalah itu.

Kajari Kudus Amran Lakoni menyatakan salah satu yang yang menyebabkan hal itu yakni pihaknya belum menerima audit dari BPKP. Hasil audit sangat berperan dalam menentukan arah penyidikan kasus tersebut. “Kami belum menerimanya,” katanya, Minggu (10/8).

Sebenarnya, bila hal tersebut dapat dilakukan insitusinya tentu sudah dari dahulu dilakukan. Namun, karena menjadi kewenangan instansi lainnya maka tidak ada hal yang dapat dilakukan kecuali menunggu audit. Pihaknya juga bersikap pro aktif dengan mengirim beberapa kali lampiran data ke institusi tersebut.

Tidak hanya itu, petugas Kejari juga wira-wiri mendatangi kantor BPKP untuk menanyakan hasil audit. “Kita tunggu saja perkembangannya,” jelasnya.

Dia menyatakan, penyidikan bukannya terhenti sama sekali. Paska penetapan dua tersangka baru beberapa pekan yang lalu, sejumlah saksi juga sudah dihadirkan untuk didengar kesaksiannya. Namun, hal itu akan lebih mengerucut setelah mendapatkan hasil audit.

Sejumlah agenda mulai dari pemanggilan tersangka hingga persiapan pelimpahan ke pengadilan tindak pidana korupsi di Semarang baru akan disiapkan setelah proses tersebut dituntaskan.

( Anton WH / CN38 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | KUDUS | Tinggalkan komentar

John Manoppo Menolak Disebut Korupsi

SUARA MERDEKA.com – Senin, 11 Agustus 2014

SEMARANG, suaramerdeka.com – John Manuel Manoppo menolak disebut korupsi dalam kasus dana Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kota Salatiga. Dalam duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Tipikor Semarang, baru-baru ini, John Manoppo menegaskan bahwa uang yang diterima dari mantan Direktur PDAU Salatiga itu hanyalah pinjaman pribadi.

Mantan Wali Kota Salatiga yang dituntut pidana penjara 1 tahun enam bulan penjara tersebut menyatakan, Adi Sutarjo adalah rekan dekatnya. Dirinya juga tidak mengetahui pinjaman itu berasa dari dana PDAU Salatiga.

”Hutang itu secara pribadi saya dengan Adi Sutarjo, jadi saya menolak kalau disebut korupsi. Saya tidak mengetahui kalau uang itu ternyata diambilkan dari dana PDAU Salatiga,” kata John Manoppo yang dalam perkara ini tidak ditahan karena menjalani penahanan pada kasus lainnya.

Dalam duplik yang dibuatnya sendiri, John menyatakan tidak menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana atas jabatannya saat itu sebagai Wakil Wali Kota.

”Ada bukti kuitansi yang menyertai dan terdakwa juga telah mengembalikan uang Rp 55 juta. Tidak ada tujuan dari terdakwa untuk memiliki atau menggunakan dana PDAU Salatiga dan perbuatannya ini murni perdata,” kata Adhi Gunawan, salah satu kuasa hukum terdakwa.

John didakwa telah bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP jo Pasal 64 KUHP. Selain tuntutan pidana badan 18 bulan, terdakwa juga dikenai denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Kasus korupsi PDAU ini terjadi tahun 2006 dan dalam perkara ini, Adi Sutardjo selaku direktur telah diputus hukuman 13 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.

( Modesta Fiska / CN26 / SMNetwork )

Sumber : Suara Merdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | SALATIGA | Tinggalkan komentar

Rina Tak Juga Ditahan, Kejaksaan Dinilai Tak Maksimal

SUARA MERDEKA.COM – Jum’at, 08 Agustus 2014

SEMARANG, suaramerdeka.com – Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah Eko Haryanto menilai, kejaksaan tinggi tidak serius dalam penanganan kasus Rina Iriani dalam perkara dugaan korupsi subsidi Kemenpera, padahal tindakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

“Rina yang tidak juga ditahan sampai berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor membuktikan bahwa Kejati tidak bisa berkerja maksimal dan profesional dalam memberantas korupsi karena beberapa tekanan/intervensi baik secara politik, hukum maupun pengaruh uang,” ujar Eko, Jumat (8/8).

Ditambahkan Eko, majelis hakim pengadilan Tipikor nantinya juga harus tetap menjaga integritasnya apalagi jika sampai Rina Iriani tetap tidak ditahan, maka masyarakat akan bisa menilai kinerja aparat hukum yang bisa saja diintervensi. “Kami dari KP2KKN memberi peringatan keras kepada Pengadilan Tipikor tolong jangan main-main dalam menangani kasus ini nanti. Segera tahan Rina dalam persidangan pertama nanti dan kita juga akan minta KPK untuk memantau dan merekam jalannya persidangan sampai tuntas.”

( Modesta Fiska / CN38 / SMNetwork )

Sumber : Suara Metrdeka.com

13 Agustus 2014 Posted by | KARANGANYAR, KP2KKN DALAM BERITA | Tinggalkan komentar

Pesangon DPRD Jawa Tengah Telan Rp 4,4 Miliar

TEMPO.CO – Kamis, 07 Agustus 2014

TEMPO.CO, Semarang – Masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah periode 2009-2014 tinggal satu bulan lagi. Menjelang lengser, sebanyak 98 anggota DPRD Jawa Tengah periode 2009-2014 akan diberi uang pesangon atau uang pengabdian. DPRD Jawa Tengah sudah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 4.498.200.000 untuk pesangon 98 anggota DPRD tersebut.

“Nilai pesangon tiap anggota sebanyak enam kali uang representasi,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Jawa Tengah Rani Ratnaningdyah. Rani menyatakan besaran uang representasi dan uang jasa pengabdian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.

Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi mengaku belum tahu tentang uang pesangon tersebut. “Saya belum pernah membahas,” kata Bendahara PDIP Jawa Tengah itu kepada Tempo, Rabu, 6 Agustus 2014. Ia memperkirakan anggaran pesangon itu tak dibahas anggota. (Baca juga: Pesangon Anggota DPRD Banyuwangi Rp 500 juta.)

Sebab, jika sudah ada ketentuan mengenai alokasi anggaran, langsung dianggarkan di satuan kerja perangkat dinas. Rukma menyatakan akan mengikuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kalau saya normatif saja, ikuti aturan pemerintah. Jangan sampai bermasalah,” katanya.

Besaran uang representasi anggota biasa dengan pimpinan DPRD tidak sama. Untuk anggota, uang pesangon Rp 2.250.000 x 6 bulan = Rp 13.500.000. Untuk wakil ketua, 6 bulan x Rp 2.400.000 = Rp 14.400.000. Untuk ketua, Rp 3 juta x 6 bulan = Rp 18 juta. Jika ada anggota Dewan yang hanya menjabat pada masa pergantian antarwaktu, jatah uang pesangonnya juga akan berbeda sesuai dengan lamanya menjadi wakil rakyat.

Jumlah anggota DPRD Jawa Tengah ada 100 orang. Namun dua orang di antaranya masih meringkuk di penjara gara-gara kasus korupsi, yakni Ketua DPRD Jawa Tengah (nonaktif) Murdoko yang terbelit kasus korupsi APBD Kendal. Satu lagi adalah Reza Kurniawan, yang menjabat Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, karena kasus korupsi bantuan sosial. Meski sudah meringkuk beberapa tahun di penjara, politikus PDIP dan PAN itu belum juga diganti.

Aktivis Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto, menilai pesangon untuk anggota DPRD Jawa Tengah tidak pantas dan tidak layak. “Kinerja mereka sangat tidak maksimal. Tingkat kehadiran mereka juga rendah,” kata Eko.

Dilihat dari kepantasan dan etika, pemberian pesangon tersebut juga sangat berlebihan. Seharusnya uang negara dianggarkan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan anggota DPRD. “Menjadi DPRD itu adalah kerja politik untuk mengabdi ke rakyat, bukan memperkaya diri,” ujar Eko. Apalagi banyak anggota DPRD yang terpilih lagi sehingga sangat lucu jika mereka diberi pesangon.

Dalam catatan Tempo, dari 100 anggota DPRD Jawa Tengah periode 2009-2014, sekitar 36 anggota terpilih lagi menjadi anggota DPRD periode lima tahun mendatang. Itu artinya, setelah lengser, mereka akan dilantik menjadi anggota DPRD periode 2014-2019.

ROFIUDDIN

Sumber : Tempo.co

13 Agustus 2014 Posted by | KP2KKN DALAM BERITA, SEPUTAR JAWA TENGAH - PROV. JATENG | Tinggalkan komentar

KY Minta Pengadilan Tipikor Tahan Rina Iriani

Solopos.com – Jum’at, 08 Agustus 2014

Solopos.com, SEMARANG — Komisi Yudisial (KY) mendesak majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Griya Lawu Asri (GLA) (baca: Rina Iriani segera Disidang).

Penghubung KY Jawa Tengah (Jateng), Syukron Salam penahanan terhadap mantan orang nomor satu di Karanganyar tersebut untuk menghindari opini negatif masyarakat (baca: Kejakti Jateng Tuding O.C. Kaligis Bermanuver).

 

“Perkembangan kasus korupsi ini [mantan Bupati Karanganyar] dipantau masyarakat sehingga sebaiknya hakim Pengadilan Tipikor Semarang menahan Rina,” katanya kepada wartawan di Semarang, Jumat (8/8/2014).

Pernyataan Syukron Salam ini menanggapi telah dilimpahkannya berkas perkara Rina Iriani oleh kejaksaan ke Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (7/8/2014).

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jateng, Eko Suwarni, menyatakan telah melimpahkan perkara kasus korupsi, Rina Iriani ke Pengadilan Tipikor Semarang.

 

Penahanan Rina Iriani, lanjut Syukron Salam, perlu dilakukan karena dari awal kasus ini mendapat sorotan dari masyarakat. Sebab ada dugaan penguasa/pejabat yang berusaha melindungi mantan Bupati Karanganyar itu.

“Diharapkan dengan pengadilan menahan terdakwa Rina dapat menghindari opini negatif masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus ini,” harapnya.

Sehingga, sambung dia, proses persidangan nantinya memiliki integritas dan dapat dipercaya oleh masyarakat. “Apabila pengadilan tidak juga menahan Rina, dikhawatirkan masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan penanganan kasus Rina. Ini madharatnya jauh lebih besar disbanding manfaatnya penagakan hukum,” beber Syukron.

Meski begitu, imbuh dia, proses penahanan harus mempertimbangkan hal-hal sesuai dengan hukum acara, seperti terdakwa akan melarikan diri, berpotensi menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidananya. “Proses penahanan tetap harus mempertimbangkan hukum acara,” pungkasnya.

Desakan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor menahan Rina Iriani juga diungkapkan Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Eko Haryanto. “Kami minta majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang harus segera menahan Rina,” tandas dia.

Pengadilan Tipikor, lanjut Eko supaya jangan main-main dalam menyidangkan kasus Rina terdakwa korupsi pembangunan rumah bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar.

Dia meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor jangan seperti penyidik Kejakaan Tinggi (Kejakti) Jateng, yang tidak profesional karena tidak melakukan penahanan Rina sampai berkasnya dilimpahkan ke pengadilan.

”KP2KKN akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] memantau dan merekam jalannya persidangan Rina di Pengadilan Tipikor Semarang,” ujar dia

Sumber : Solopos.com

13 Agustus 2014 Posted by | KARANGANYAR | Tinggalkan komentar