KP2KKN JAWA TENGAH

DEMI ANAK CUCU BERANTAS KORUPSI SEKARANG JUGA

Tolak Korupsi, Dipanggil “Gli Azzurri”

KOMPAS.com – Sabtu, 24 Desember 2011
AFP Cesare Prandelli (tengah) saat melatih timnas Italia. Ia akan memanggil pemain klub Serie-B (Muggio), Simone Farina, untuk ikut berlatih dengan timnas karena menolak suap.

ROMA, KOMPAS.com — Timnas Italia memberi penghargaan khusus kepada pemain Gubbio (klub Serie-B), Simone Farina. Karena menolak diajak mengatur pertandingan, Farina dipanggil ikut latihan bersama timnas Italia pada awal 2012 nanti.

Pelatih timnas Italia (“Gli Azzurri”), Cesare Prandelli, sangat simpatik dengan sikap Farina tersebut. Pemain berumur 29 tahun itu menolak mengatur pertandingan timnya melawan Cesena di Coppa Italia pada 30 November 2011, meski dijanjikan uang 200.000 euro (sekitar Rp 2,3 miliar). Ia bahkan melaporkan percobaan penyuapan itu kepada polisi.

“Saya sangat suka dengan apa yang ia (Farina) lakukan. Dia telah menunjukkan semangat hebat dan kekuatan mental luar biasa,” puji Prandelli.

Namun, Presiden Gubbio, Marco Fioriti, mengingatkan agar Farina tak diperlakukan sebagai pahlawan. “Tindakan dan kelakuannya normal, orang normal yang memegang prinsipnya,” kata Fioriti di situs klub, http://www.asgubbio1910.com.

“Maka, dia harus dipuji karena telah menunjukkan contoh bagus dan kejujurannya, tetapi mari jangan perlakukan dia sebagai pahlawan,” tambahnya. (AP)

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Pola Penularan Korupsi

KOMPAS.com – Selasa, 27 Desember 2011

Oleh : Haryatmoko

Rekening gendut PNS muda membuat terkesima masyarakat. Banalitas korupsi (korupsi sudah jadi hal yang biasa) menjelaskan mengapa masih muda sudah korup.

Banalitas itu adalah indikator korupsi sudah jadi kejahatan struktural. Ciri struktural kejahatan korupsi ini memudahkan penularannya ke generasi muda. Korupsi telah begitu mengakar sampai membentuk struktur kejahatan, yaitu ”faktor negatif yang terpatri dalam institusi-institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan bersama” (Sesboüé, 1988).

Akibatnya, orang muda yang meniti karier dalam organisasi pelayanan publik mudah terjebak masuk ke jalur rentan korupsi tanpa perlawanan nurani. Struktur dasar masyarakat sudah dibusukkan. Pembusukan lembaga sosial, padahal berperan mendefinisikan hak dan kewajiban warga negara, jadi sumber kepincangan dan ketidakadilan. Jadi, korupsi kian memperparah kemiskinan, bahkan—karena sistematis—sudah seperti mafia.

Mafia dan komunikasi kekuasaan

Munculnya organisasi mafia menunjukkan gejala krisis institusional negara di mana ketidakadilan lebih dominan daripada keadilan; korupsi merajalela sampai mengaburkan batas yang boleh dan dilarang, yang legal dan ilegal, pelanggaran dan norma (Ayissi, 2008). Korupsi kartel- elite merupakan korupsi berbentuk mafia. Banyak tokoh muda sudah terlibat dan berperan dalam korupsi ini. Pendorong utama korupsi jenis ini: pendanaan parpol!

Korupsi ini melibatkan jaringan parpol, pengusaha, penegak hukum, dan birokrat karena parpol tidak mengakar, tapi lebih mewakili kepentingan elite; sistem peradilan korup; birokrasi rentan korupsi. Situasi ini membuat politik penuh risiko dan ketidakpastian (Johnston, 2005: 89-90). Korupsi jenis ini adalah cara elite menggalang dukungan politik dari masyarakat, lembaga legislatif, penegak hukum, dan birokrasi (Lordon, 2008: 10). Jadi, korupsi telah menjadi kejahatan yang mengakar dan habitus buruk bangsa.

Habitus dipahami sebagai hasil keterampilan yang jadi tindakan praktis yang tak selalu harus disadari. Tindakan praktis itu menjadi suatu kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu (Bourdieu, 1994: 16-17). Habitus korupsi ditularkan tanpa harus melalui bahasa langsung atau disadari, tapi melalui ajakan yang terpatri pada praktik yang biasa sekali.

Modalitas praktiknya tampak dalam (i) cara membuat laporan; (ii) cara berinteraksi dengan atasan atau dengan instansi lain; (iii) dalam kontrak/tender; (iv) cara membuat anggaran; (v) cara mendapat jabatan, penempatan anak buah, penerimaan anggota baru; (vi) syarat urusan bisa beres. Suap ke birokrat tak memecahkan masalah kemacetan administrasi, tetapi justru memberitahukan kepada pejabat lain mereka bisa memperoleh uang dengan memperlambat prosedur administrasi. Korupsi mengomunikasikan praktik pelaksanaan kekuasaan.

Modalitas itu sulit ditolak karena cukup tersembunyi dan sengaja dibuat untuk tak meninggalkan jejak (tak ada kuitansi, menghindari transaksi lewat bank, tak ada perjanjian tertulis), tapi bisa dirasakan ada yang tak beres. Di balik praktik korupsi tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini hanya akan tersingkap apabila terjadi krisis hubungan di antara yang terlibat.

Ketika Nazaruddin merasa dikorbankan, ia membuka rahasia jaringan, tetapi rantai terputus. Yang terjadi justru desolidarisasi terhadap kambing hitam dan penggalangan solidaritas untuk melindungi tokoh-tokoh kunci karena merupakan simbol kohesi sosial partai. Korupsi sudah jadi tindakan praktis yang tak menumbuhkan rasa salah. Maka, setiap orang yang masuk ke struktur kekuasaan cenderung korupsi. Tak aneh apabila orang muda PNS sudah mempunyai rekening gendut.

”Agentic shift” dan meniru

Banalitas korupsi membuat koruptor mencari alibi tanggung jawab. Bentuk alibi tanggung jawab disebut S Milgram sebagai agentic shift. Hal ini terjadi ketika orang menimpakan tanggung jawab kepada pihak lain yang dianggap lebih penting, seperti atasan, organisasi, agama, Tuhan (Dobel, 1999: 30). Bersembunyi di balik perintah atasan atau kepentingan organisasi/kelompok jadi pola pengalihan tanggung jawab. Kelompok sering makin memperparah kecenderungan alibi tanggung jawab ini karena kelompok melebih-lebihkan distorsi informasi, sekaligus memberikan sumber rasa nyaman atau simpati sehingga semakin meneguhkan pejabat publik seakan korupsi bisa dibenarkan.

Upaya mengelak dari tanggung jawab membungkam kemampuan pertimbangan moral. Akibatnya, koruptor tidak merasa bersalah karena biasanya korbannya. Mekanisme silih sering dipakai untuk mengurangi rasa salah. Sebagian uang disumbangkan untuk rumah ibadah, lembaga agama, atau bentuk kesalehan lain. Upaya ini untuk menghindari rasa salah moral, setelah secara hukum bisa lepas dari sanksi berkat impunitas.

Jaringan korupsi terbentuk mengikuti pola sistem isolasi sesuai model pembagian kerja. Maka, koordinasi tetap efektif dan kerahasiaan terjaga. Strategi ini memungkinkan memutus rantai sehingga jaringan tak mudah terbongkar. Hanya oknum yang terkena. Kasus Nazaruddin contoh nyata bagaimana penegak hukum tak mampu membongkar jaringan korupsi. Negara yang secara institusional sarat korupsi mengondisikan munculnya bentuk-bentuk kriminalitas lain dan membangun pola reproduksi kejahatan korupsi. Efek peniruan korupsi merasuk ke generasi muda. PNS muda sudah biasa membuat proposal dengan penggelembungan angka atau menerima gratifikasi tanpa rasa salah. Semua seakan sah.

Pengakuan legitimitas itu terpatri pada praktik sosial sehingga membentuk kecenderungan yang sama pada hampir setiap warga negara. Kejahatan korupsi biasanya ditanamkan lewat proses mimesis (meniru). Apabila ada upaya melawan atau bersikap jujur, lingkungan memberi sanksi. Akhirnya, kepatuhan tanpa tekanan akan mengikuti karena menyesuaikan diri menjanjikan keuntungan materi dan simbolis atau promosi jabatan.

Haryatmoko Dosen di Pascasarjana FIB UI dan Universitas Sanata Dharma

27 Desember 2011 Posted by | ARTIKEL | Tinggalkan komentar

Kepala Dinas Pendidikan Sukoharjo Tersangka Korupsi

KOMPAS.com – Selasa, 27 Desember 2011
shutterstock ILUSTRASI

 

SUKOHARJO, KOMPAS.com — Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Djoko Raino Sigit ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Namun ia tidak hadir dalam pemanggilan pertamanya sebagai tersangka, Selasa (27/12/2011).

Polisi akan menjadwalkan kembali pemanggilan Djoko yang kini tengah dirawat di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sukoharjo Ajun Komisaris Andis Arfan Tofani mengatakan, Djoko telah ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu sebelumnya.

Djoko ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana beasiswa warga miskin senilai Rp 3,4 miliar untuk tahun anggaran 2009. Beasiswa kepada 9.585 siswa miskin di tingkat SD di Kabupaten Sukoharjo ini hingga kini belum diterima yang berhak.

Menurut Andis, penasihat hukum tersangka sehari sebelum jadwal pemanggilan telah mengirim surat izin ketidakhadiran dan menerangkan bahwa yang bersangkutan berada di Jawa Timur. Namun kemudian, menurut Andis, pihaknya mendengar bahwa tersangka dirawat di RSIS karena masalah jantung. “Orang sakit boleh-boleh saja, tetapi akan kami cek dulu kebenaran kabar bahwa tersangka dirawat di rumah sakit,” kata Andis.

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Putusan Mahkamah Agung Diduga Palsu

foto

Mahkamah Agung. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Jawa Timur, Wahyudi Purnomo, diminta segera dibebaskan dari Rumah Tahanan Negara Medaeng Surabaya. Putusan Mahkamah Agung yang menguatkan vonis terhadap Wahyudi ternyata palsu. “Pak Wahyudi sudah 10 bulan di penjara. Kasihan dia dipenjara karena putusan yang palsu,” kata penasihat hukum Wahyudi, Iin Dwi Mulia, Selasa, 27 Desember 2011.

Selasa siang tadi Iin menggelar jumpa pers membeberkan putusan MA tersebut. Menurut Iin, setelah diselidiki, MA hingga saat ini belum mampu menunjukkan bukti asli salinan putusan yang menguatkan vonis terhadap Wahyudi Purnomo dengan hukuman dua tahun penjara.

Iin mengungkapkan putusan MA itu pertama kali ditemukan keluarga Wahyudi yang mencoba mencari putusan MA di website http://putusanmahkamahagung.go.id. Namun upaya itu ternyata gagal dan tak menemukan putusan yang dimaksud.

Sebelumnya Wahyudi divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 6 Agustus 2007. Wahyudi terbukti merugikan keuangan negara Rp 7,1 miliar. Dia divonis bersalah bersama mantan Sekretaris KPUD Haribowo Soekotjo karena telah menjual sisa kertas suara pemilu.

Vonis tersebut dianulir Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Majelis hakim tingkat banding beralasan Wahyudi secara administratif tidak bisa dikaitkan dengan perbuatan Sekretaris KPUD Haribowo Soekotjo. Atas keputusan Pengadilan Tinggi itu, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Surabaya mengajukan kasasi ke MA.

Saat proses kasasi belum diketahui putusannya oleh pihak Wahyudi, Kejaksaan Negeri Surabaya mengeluarkan surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan bernomor print-01/05.10.4/Fu.1/02/2011. Dalam surat tersebut, Kejaksaan mengutip Putusan MA bernomor 186 K/Pid.Sus/2010 tertanggal 29 Juli 2010 yang menyatakan Wahyudi Purnomo telah melanggar Pasal 3 UURI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UURI No. 20 tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Berdasarkan putusan tersebut, sejak Februari 2011 Wahyudi dijebloskan ke dalam Rutan Medaeng. “Keluarga sudah berusaha meminta salinan asli putusan tapi tidak diberi, akhirnya keluarga mencari di website dan menemukan adanya kejanggalan,” ujar Iin.

Kejanggalannya, antara lain, tidak pernah ada Putusan MA bernomor 186 K/Pid.Sus/2010 tertanggal 29 Juli 2010. Yang ada adalah Putusan MA bernomor 186 K/Pid.Sus/2009 (beda tahun) tertanggal 29 Juli 2010.

Ternyata putusan MA bernomor 186 K/Pid.Sus/2009 tertanggal 29 Juli 2009 adalah atas nama terdakwa lain dari PN Indramayu, Jawa Barat.

Tim penasihat hukum Wahyudi menanyakannya ke MA. Pada 5 Desember 2011 diperoleh kepastian bahwa perkara atas nama Wahyudi Purnomo tidak terdaftar di register Kepaniteraan MA.

Tim penasihat hukum Wahyudi juga melakukan legal audit di MA, 8 Desember 2011. Hasilnya, berkas perkara 186 K/Pid.Sus/2009 telah raib dan tidak ditemukan lagi di MA.

Pada 12 Desember 2011 tim penasihat hukum Wahyudi mendatangi Pengadilan Negeri Surabaya untuk mencari salinan putusan MA tersebut. Panitera pengadilan mengatakan putusan MA tersebut belum turun ke PN Surabaya. Namun, pada 14 Desember 2011, PN Surabaya memberikan kutipan salinan putusan MA bernomor 186 K/Pid.Sus/2010 tertanggal 29 Juli 2009 yang, lagi-lagi setelah dicocokkan di website MA tetap tidak ditemukan.

Pada 16 Desember 2011 lalu,tim penasihat hukum Wahyudi melakukan legal audit di PN Surabaya. Hasilnya, tim menduga ada upaya memalsukan stempel dan paraf pada setiap lembar salinan putusan. “Kami menduga salinan putusan yang ada di PN Surabaya adalah palsu,” ujar Iin.

Berdasarkan temuan tersebut tim penasihat hukum Wahyudi menilai Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan bernomor print-01/05.10.4/Fu.1/02/2011 yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Surabaya tertanggal 1 Februari 2011 cacat hukum. “Pak Wahyudi berhak dikeluarkan dari Rutan Medaeng,” kata Iin.

Hingga berita ini ditulis belum diperoleh konfirmasi dari pihak PN Surabaya ataupun Kejaksaan Negeri Surabaya.

FATKHURROHMAN TAUFIQ

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Ke Penyidik, Nunun Mengaku Akrab dengan Miranda

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta – Nunun Nurbaetie memilih bersikap tertutup kepada wartawan yang mencecarnya soal kedekatan hubungannya dengan Miranda Swaray Goeltom, tokoh yang dimenangkan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Pemilihan ini diwarnai skandal suap dan membuat sosialita ini digelandang menjadi tersangka kasus suap.

Meski bersikap tertutup, Nunun memilih blakblakan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memeriksanya, Selasa 27 Desember 2011. Kepada penyidik KPK, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun itu justru memberikan keterangan berbeda.

“Dia mengaku kenal akrab dengan Miranda,” kata Mulyaharja, pengacara Nunun, kepadaTempo seusai kliennya diperiksa oleh penyidik KPK. Bahkan Nunun memberi keterangan, “Saya sangat mengenal Miranda,” kata dia.

Nunun ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Februari lalu dalam kasus pemberian cek pelawat yang ada kaitannya dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Pemilihan ini dimenangkan oleh Miranda. Nunun diduga kuat berperan menyebarkan 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada puluhan anggota Dewan periode 1999-2004.

Dalam kasus cek pelawat ini Komisi Antikorupsi sudah menetapkan puluhan orang tersangka dari anggota DPR periode 1999-2004. Sebagian besar di antaranya telah divonis bersalah oleh pengadilan. Bahkan mereka kembali diperiksa untuk melengkapi berkas Nunun, di antaranya Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, dan Agus Condro.

Nunun diperiksa sekitar lima jam lebih oleh penyidik, berakhir pada pukul 13.20 WIB. Dia kemudian dikembalikan ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. “Ada sekitar 19 pertanyaan,” ujar Mulyaharja.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengatakan pemeriksaan Nunun berjalan lancar. Namun Priharsa tidak mengetahui materi pertanyaan penyidik ataupun jawaban Nunun atas pertanyaan itu. “Intinya, pemeriksaan berjalan lancar,” katanya.

Pemeriksaan Nunun pada Selasa ini adalah yang ketiga kalinya. Rekan sosialita Miranda ini sebelumnya diperiksa oleh KPK pada 10 dan 12 Desember lalu. “Total pertanyaan sudah ada sekitar 40,” kata Mulyaharja lagi.

RUSMAN PARAQBUEQ

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Mengaku Sehat, Nunun ‘Sesi Foto’ dengan Wartawan

foto

Tersangka korupsi cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI, Nunun Nurbaetie usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/12). TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta – Nunun Nurbaetie, tersangka kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, akhirnya berani bertemu dengan wartawan. Usai diperiksa Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK), istri mantan Wakil Kepala Polri ini mengaku dirinya sehat.

Dia melempar senyum, bahkan sempat meladeni wartawan untuk sesi foto selama dua menit. “Saya sehat,” kata Nunun ketika akan naik ke mobil tahanan pada Selasa, 27 Desember 2011.

Istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun ini sempat dikabarkan tekanan darahnya tiba-tiba naik saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Namun KPK juga menyatakan bahwa kondisi Nunun tetap sehat.

Usai diperiksa, Nunun sempat berpose di depan wartawan sekitar dua menit. Dia terlihat semringah dengan mengenakan kerudung hitam, baju sutera bermotif batik, dan jins biru. Dia juga memakai pashmina.

Nunun diperiksa sekitar lima jam lebih, berakhir sekitar pukul 13.20 WIB. Dia kemudian kembali ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Nunun ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Februari lalu dalam kasus pemberian cek pelawat yang ada kaitannya dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Pemilihan ini dimenangi oleh Miranda Swaray Goeltom. Nunun diduga kuat berperan menyebarkan 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada puluhan anggota Dewan periode 1999-2004.

Dalam kasus cek pelawat ini Komisi Antikorupsi sudah menetapkan puluhan orang tersangka dari anggota DPR periode 1999-2004. Sebagian besar di antaranya telah divonis bersalah oleh pengadilan. Bahkan mereka kembali diperiksa untuk melengkapi berkas Nunun, di antaranya Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, dan Agus Condro.

RUSMAN PARAQBUEQ

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

PNS Muda Rekening Gendut Bekerja Kolektif

foto

TEMPO/Imam Yunni

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta – Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan pegawai negeri sipil (PNS) muda rekening gendut jangan hanya dipandang berdiri sendiri. Zainal yakin PNS muda itu bekerja secara kolektif.

“Rekening gendut PNS muda jangan dipandang hanya gendutnya. PNS muda itu tak punya wewenang apa-apa, yang punya kewenangan adalah atasan,” kata Zainal, Selasa 27 Desember 2011.

Jika hendak mengusut kasus rekening gendut PNS muda, kata Zainal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mencari tindakan kejahatan yang dilakukan secara kolektif. “Kalau ditelusuri dari PNS muda nggak bisa. Anak muda itu nggak ada kewenangan, hanya operator atau penyimpanan sementara,” ujar dia.

Zainal mencontohkan dalam kasus Gayus Tambunan. Mantan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Negara golongan III A memiliki rekening puluhan miliar karena melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara dengan cara bekerja sama dengan sejumlah penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun sejumlah pejabat negara. “Kasus Gayus itu kolaborasi,” ujarnya.

Untuk mencegah menjamurnya tren PNS muda rekening gendut, menurut Zainal, KPK dapat menggunakan kewenangan pencegahan melalui sistem internal lembaga-lembaga bersangkutan. “Apabila ditemukan ada celah, bisa mengajukan ke pemerintah atau DPR untuk mengubah sistem internalnya,” kata Zainal.

Menyingung adanya dugaan dana rekening gendut itu mengalir ke sejumlah pejabat daerah dan digunakan untuk ongkos pemilu daerah, kata Zainal, sampai saat ini masih berupa kecurigaan. “KPK yang harus membuktikan itu,” katanya.

Akhir-akhir ini dugaan korupsi di kalangan PNS kembali menyeruak ke permukaan. Mereka yang seharusnya melayani masyarakat malah diduga melakukan praktek korupsi. Beberapa di antaranya bahkan termasuk kategori PNS muda dengan rekening kekayaan yang mencurigakan. Dirjen Pajak, begitu pun PPATK, sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian. Namun laporan itu malah dihentikan (SP3).

Kasus terakhir menyangkut dua pegawai Kementerian Keuangan DT dan TH yang diduga terindikasi korupsi. Dalam laporan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pertengahan 2010 ditemukan bukti bahwa keduanya telah menerima suap lebih dari Rp 500 juta. Keduanya juga ditengarai memiliki rekening mencurigakan dengan total hingga miliaran rupiah.

RINA WIDIASTUTI

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Rekening Gendut PNS Diduga untuk Danai Politik

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta – Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Raydonnyzar Moenek membenarkan adanya laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai penampungan dana anggaran belanja daerah di rekening pribadi pejabat atau pegawai keuangan pemerintah daerah.

“Itu bukan laporan, tapi pemberitahuan Ketua PPATK kepada kami pertengahan tahun ini,” kata Donny– begitu Raydonnyzar biasa dipanggil–dalam percakapan dengan Tempo,beberapa waktu lalu.

Meski demikian Kementerian Dalam Negeri, lanjut Donny, tidak memiliki data terperinci transaksi keuangan mencurigakan tersebut. “Yang boleh meminta hanya aparat penegak hukum,” ujarnya.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf tak membantah adanya 2.392 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang berhubungan dengan pejabat di pemerintah daerah. Lembaga ini menyebut setidaknya transaksi yang diduga tindak pencucian uang itu melibatkan 1.287 rekening bendahara pemerintah daerah, 376 rekening bupati dan pejabat daerah, serta 729 rekening pegawai pengelola keuangan daerah.

Sumber Tempo menuturkan, miliaran duit negara itu ditilap dengan modus penarikan dan pencairan dana dari rekening bendahara lantas disetorkan kepada rekening milik pribadi. “Yang memindahkan bisa bendahara, kepala seksi bagian pembangunan, atau pegawai yang mengelola penerimaan pajak,” kata sumber Tempo di instansi pemerintahan.

Anggaran yang ditarik itu, kata sumber, diinvestasikan, sehingga menghasilkan bunga yang akan diambil untuk kepentingan pribadi. Modus lain yang biasa digunakan para pejabat daerah adalah mencairkan dana tunai dari rekening kas daerah. Besarnya sekitar Rp 500 juta sampai Rp 20 miliar dari rekening kas daerah. Para pelaku transaksi ini merata dari pegawai golongan IIIB sampai gubernur.

Menurut Donny, pemindahan anggaran belanja negara ke rekening pribadi melanggar hukum meski sifatnya hanya sementara. “Transittorypun dilarang,” ujarnya. Pun demikian jika mengambil keuntungan berupa bunga dari dana menginvestasikan dana belanja daerah. “Seharusnya bunga dimasukkan dalam ke kas umum daerah,” katanya.

Donny menduga pola “penilepan” anggaran belanja itu pada akhirnya bisa dipakai pejabat daerah untuk mengongkosi kegiatan politik. Pejabat daerah yang juga tokoh partai politik, kata Donny, mencari dana politik melalui investasi anggaran negara. “Ini dampak pemilihan kepala daerah langsung yang membuat ongkos politik menjadi mahal,” katanya.

Kementerian Dalam Negeri, kata Donny, hanya menindaklanjuti temuan PPATK berupa penerbitan dan mengirimkan surat edaran kepada gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia agar lebih tertib dalam administrasi keuangan. “Kami hanya membina dan mengawasi,” ujarnya. Aparat pemerintah daerah yang terlibat dalam pemindahan dana belanja daerah, menurut Donny, menjadi kewenangan aparat hukum untuk ditindaklanjuti.

Sebelumnya Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil mengatakan institusinya telah mengaudit putaran dana pada Partai Politik selama 2007 hingga 2010. Hasilnya ditemukan dana sebesar Rp 300 triliun yang merupakan anggaran negara baik di pusat maupun daerah yang penggunaannya diduga untuk dana politik. Menurut Rizal dana tersebut dicairkan proyek bantuan sosial, hibah, dan sumbangan pribadi. “Sebagian besar didesain dari proyek anggaran negara,” ujarnya.

Badan Pemeriksa Keuangan, lanjut Rizal, pernah menemukan beberapa pengelolaan APBD di beberapa provinsi dan kabupaten yang didesain untuk memberikan dana kepada partai politik. Alokasi dana yang didesain sebagian besar bernama mata anggaran hibah dan bantuan sosial. “Saya tidak sebut nama daerahnya,” katanya. Dana hibah dan bantuan sosial tersebut mencapai Rp 150 miliar, Rp 384 miliar, Rp 531 miliar, Rp 391 miliar, dan Rp 67 miliar. “Ini larinya ke orang-orang partai politik,” ujarnya.

AKBAR TRI KURNIAWAN

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

LSM Sebut Kasus Rekening Gendut Menguap

foto

Inilah polisi yang disebut memiliki rekening gendut dan melakukan transaksi mencurigakan

TEMPO.CO – KAMIS, 22 DESEMBER 2011

TEMPO.COJakarta– JAKARTA– Gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia mengungkapkan beberapa kasus korupsi yang mereka sebut menguap. Artinya, hingga akhir tahun ini kasus itu belum jelas pengusutannya. Gabungan LSM ini di antaranya adalah Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Walhi, dan Kemitraan.

Menurut peneliti Pukat, Danang Kurniadi, kasus korupsi yang menguap adalah kasus rekening gendut yang melibatkan beberapa perwira Kepolisian RI. “Sekarang nasib (kasusnya) kabur,” ujar Danang di sela Semiloka Nasional Membangun Gerakan Sosial Anti Korupsi di Hotel Four Seasons Kuningan,Jakarta, Kamis 22 Desember 2011.

Dari penelusuran Majalah Tempo 28 Juni-4 Juli 2011 terungkap sejumlah petinggi polisi yang biasa menerima duit satu-dua miliar rupiah dalam sehari.Ada seorang jenderal yang diguyur Rp 10 miliar dalam sekali transfer. Bahkan ada perwira yang menyimpan duit Rp 54 miliar. Deretan rekening janggal ini sebetulnya termasuk dalam 21 rekening jumbo perwira polisi yang mencuat sejak bulan lalu, tapi rincian transaksinya baru belakangan terendus.

Sejumlah perwira polisi yang punya rekening gendut adalah mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji, Mantan Kapolda Kalimantan Timur Irjen Mathius Salempang, Mantan Kepala Korps Brigade Mobil Irjen Sylwanus Yulian Wenas, Irjen Bambang Suparno, Kombes Edward Syah Pernong, Kombes Umar Leha, dan mantan Kapolda Sumatera Utara Irjen Badrodin Haiti. Jenderal polisi yang dituding ini sebelumnya telah membantah ihwal kepemilikan kekayaannya ini.

Gabungan LSM juga menyoroti pengusutannya adalah kasussuratpalsu Mahkamah Konstitusi yang melibatkan bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati. “Sekarang entah ke mana kabar,” kata dia. Kasus korupsi kedua yang menguap adalah. Kasus lain yang juga dianggap menguap adalah yang melibatkan bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan. Menurut Danang, kasus Gayus merupakan multi-kasus, multi-player, dan berpotensi melibatkan banyak aktor penting. “Tapi sampai sekarang hanya berhenti di level Gayus saja.”

Selain itu, kasus korupsi yang juga dianggap menguap adalah kasus suap Wisma Atlet SEA Games yang melibatkan bekas Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Menurut Danang, kasus itu hanya berhenti pada aktor ‘tingkat menengah’ saja. “Komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi kami pertanyakan dalam kasus ini. KPK belum betul-betul mengusut kasus ini,” katanya.

Danang menyatakan pemberantasan korupsi pada tahun ini telah menyisakan beberapa ironi. Salah satunya adalah keterlibatan jaksa dan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam praktik mafia hukum peradilan, di mana diduga terjadi transaksi antara hakim dengan terdakwa korupsi yang sedang diadili. “Pengadilan yang meng-korupsi kasus korupsi,” kata dia.

PRIHANDOKO

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar

Begini Cara PNS dan Pejabat Daerah Gendutkan Rekening

foto

 

TEMPO.CO – SELASA, 27 DESEMBER 2011

TEMPO.CO, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap ada ribuan laporan transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan pejabat di pemerintah daerah. Transaksi yang diduga tindak pencucian uang tersebut melibatkan 1.287 rekening bendahara pemerintah daerah, 376 rekening bupati dan pejabat daerah, serta 729 rekening pegawai negeri sipil (PNS) pengelola keuangan daerah.

Banyak dari mereka, kata Wakil Ketua Kepala PPATK Agus Santosa, terindikasi memiliki rekening miliaran rupiah. Namun bagaimana modus para pejabat daerah dan PNS muda mengendutkan rekening mereka?

Modus transaksi bisa dilakukan dengan menarik dan mencairkan dana dari rekening bendahara. Dana itu kemudian disetorkan kepada rekening milik pribadi. “Yang memindahkan bisa bendahara, kepala seksi bagian pembangunan, atau pegawai yang mengelola penerimaan pajak,” ujarnya.

Berapa besar dana yang digangsir? Sumber Tempo di Kementerian Keuangan menyebutkan dana yang digangsir bisa sebagian atau keseluruhan. Para pejabat nakal ini lalu mengambil keuntungan dari hasil investasi dana negara yang ditempatkan pada rekening pribadinya. “Mereka memanfaatkan selisih waktu pencairan anggaran dan pembayaran proyek,” katanya.

Tak hanya dana anggaran proyek, pejabat daerah nakal ini juga memanfaatkan sisa anggaran yang berada di rekening bendahara sebelum diambil oleh pemerintah pusat. “Mereka masukkan sisa anggaran ke rekening pribadi,” ujar dia.

Selain melalui transaksi perbankan, terdapat transaksi tunai mencurigakan sebanyak 220 transaksi. Transaksi tunai tersebut yaitu menarik dana tunai dari rekening kas daerah sebesar Rp 500 juta hingga Rp 20 miliar. “Transaksi dalam jumlah besar menimbulkan risiko penyimpangan,” katanya. Pejabat yang diduga menggangsir dana semacam ini berasal dari PNS golongan III-B hingga gubernur. “Dan tersebar merata di Indonesia,” katanya.

Pelanggaran ini telah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri sejak 2005, 2007, dan tahun ini. Namun pelanggaran dengan modus ini tetap berlangsung hingga tahun ini. Rentang jabatan pejabat pemerintah daerah yang dicurigai melakukan penyimpangan adalah dari staf golongan III B sampai dengan gubernur provinsi tingkat satu dengan wilayah tersebar di seluruh indonesia.

WDA | AKBAR TRI KURNIAWAN

27 Desember 2011 Posted by | BERITA KORUPSI NASIONAL | Tinggalkan komentar